LATAR
BELAKANG
Saat
ini Aborsi menjadi salah satu masalah yang cukup serius, dilihat dari
tingginya angka aborsi yang kian meningkat dari tahun ke tahun. Di
Indonesia sendiri, angka pembunuhan janin per tahun sudah
mencapai 3 juta. Angka yang tidak sedikit mengingat besarnya tingkat
kehamilan di Indonesia. Selain itu, ada yg mengkategorikan aborsi itu
pembunuhan. Ada yang melarang atas nama agama. Ada yang menyatakan
bahwa jabang bayi juga punya hak hidup sehingga harus dipertahankan,
dan lain-lain.
Aborsi
merupakan masalah kesehatan masyarakat karena memberikan dampak pada
kesakitan dan kematian ibu. Sebagaimana diketahui penyebab utama
kematian ibu hamil dan melahirkan adalah perdarahan, infeksi dan
eklampsia.
Namun
sebenarnya aborsi juga merupakan penyebab kematian ibu, hanya saja
muncul dalam bentuk komplikasi perdarahan dan sepsis. Akan
tetapi, kematian ibu yang disebabkan komplikasi aborsi sering tidak
muncul dalam laporan kematian, tetapi dilaporkan sebagai perdarahan
atau sepsis. Hal itu terjadi karena hingga saat ini aborsi masih
merupakan masalah kontroversial di masyarakat. Di satu pihak aborsi
dianggap ilegal dan dilarang oleh agama sehingga masyarakat cenderung
menyembunyikan kejadian aborsi, di lain pihak aborsi terjadi di
masyarakat. Ini terbukti dari berita yang ditulis di surat kabar
tentang terjadinya aborsi di masyarakat, selain dengan mudahnya
didapatkan jamu dan obat-obatan peluntur serta dukun pijat untuk
mereka yang terlambat datang bulan.
Tidak
ada data yang pasti tentang besarnya dampak aborsi terhadap kesehatan
ibu, WHO memperkirakan 10-50% kematian ibu disebabkan oleh
aborsi(tergantung kondisi masing-masing negara). Diperkirakan di
seluruh dunia setiap tahun dilakukan 20 juta aborsi tidak aman,
70.000 wanita meninggal akibat aborsi tidak aman, dan 1 dari 8
kematian ibu disebabkan oleh aborsi tidak aman. Di Asia tenggara, WHO
memperkirakan 4,2 juta aborsi dilakukan setiap tahunnya, di antaranya
750.000 sampai 1,5 juta terjadi di Indonesia. Risiko kematian akibat
aborsi tidak aman di wilayah Asia diperkirakan antara 1 dari 250,
negara maju hanya 1 dari 3700. Angka tersebut memberikan gambaran
bahwa masalah aborsi di Indonesia masih cukup besar.
BATASAN MASALAH
Dalam
makalah ini saya akan membahas masalah-masalah dalam dunia aborsi.
Dalam masalah-masalah ini terdapat dua sudut pandang, yaitu dari segi
masyarakat dan dari Gereja Katolik.
Dalam
segi/aspek masyarakat, masalah yang saya angkat ialah sebagai
berikut:
- Apakah definisi/pengertian dari aborsi?
- Apa yang sebenarnya terjadi dalam masalah aborsi ?
- Apa akibat aborsi ini untuk hidup manusia secara keseluruhan?
- Bagaimana reaksi manusia tentang aborsi?
- Mengapa masalah ini sangat serius dan membahayakan?
Dalam
segi/aspek Gereja Katolik, masalah yang saya angkat ialah sebagai
berikut:
- Apa yang dikatakan Alkitab mengenai kasus aborsi?
- Apa yang dikatakan oleh ajaran dogma Gereja Katolik?
- Apa tanggapan Gereja tentang kasus aborsi?
- Apakah kesulitan yang dihadapi Gereja berkaitan dengan kasus aborsi?
TUJUAN
Dalam
pembuatan makalah ini, saya akan menjelaskan masalah-masalah dalam
segi/aspek masyarakat yang akan saya uraikan dalam bab II – bab IV,
dan masalah-masalah dalam segi/aspek Gereja Katolik yang akan saya
uraikan dalam bab V.
Dalam
bab II – IV, saya akan menjelaskan secara mendetail apa itu aborsi,
metode-metode yang digunakan, efek-efek dan resiko-resiko,
jenis-jenis aborsi, dan alasan dilakukannya aborsi.
Akhir
bab, saya akan memberikan tanggapan dan solusi mencegah terjadinya
aborsi, yang akan saya uraikan dalam bab VI.
Untuk
data real, saya menyajikannya pada bagian lampiran yang berada pada
akhir bab.
ABORSI
PENGERTIAN
Menurut
Fact About Abortion, Info Kit on Women’s Health oleh Institute for
Social, Studies and Action, Maret 1991, dalam istilah kesehatan
aborsi didefinisikan sebagai penghentian
kehamilan setelah tertanamnya telur (ovum) yang telah dibuahi dalam
rahim (uterus), sebelum usia janin (fetus) mencapai 20 minggu.
Jadi, gugur kandungan atau aborsi
(bahasa Latin: abortus) adalah terjadi
keguguran janin;
melakukan abortus sebagai melakukan pengguguran (dengan sengaja
karena tak menginginkan bakal bayi yang dikandung itu). Secara
umum, istilah
aborsi diartikan sebagai pengguguran kandungan, yaitu dikeluarkannya
janin sebelum waktunya, baik itu secara sengaja maupun tidak.
Biasanya dilakukan saat janin masih berusia muda (sebelum bulan ke
empat masa kehamilan).
PENYEBAB ABORTUS
Secara garis besar ada 2 hal
penyebab Abortus, yaitu :
Maternal.
Penyebab
secara umum
1.
Infeksi akut
• virus,
misalnya cacar, rubella, hepatitis
• Infeksi
bakteri, misalnya streptokokus
• Parasit,
misalnya malaria
2.
Infeksi kronis
- Sifilis, biasanya menyebabkan abortus pada trimester kedua.
- Tuberkulosis paru aktif.
- Keracunan, misalnya keracunan tembaga, timah, air raksa, dll
Janin
Penyebab
paling sering terjadinya abortus dini adalah kelainan pertumbuhan
hasil konsepsi (pembuahan), baik dalam bentuk Zygote, embrio, janin
maupun placenta.
ALASAN ABORTUS PROVOKATUS
Abortus
Provokatus ialah tindakan memperbolehkan pengaborsian dengan
syarat-syarat sebagai berrikut:
- Abortus yang mengancam (threatened abortion) disertai dengan perdarahan yang terus menerus, atau jika janin telah meninggal (missed abortion).
- Mola Hidatidosa atau hidramnion akut.
- Infeksi uterus akibat tindakan abortus kriminalis.
- Penyakit keganasan pada saluran jalan lahir, misalnya kanker serviks atau jika dengan adanya kehamilan akan menghalangi pengobatan untuk penyakit keganasan lainnya pada tubuh seperti kanker payudara.
- Prolaps uterus gravid yang tidak bisa diatasi.
- Telah berulang kali mengalami operasi caesar.
- Penyakit-penyakit dari ibu yang sedang mengandung, misalnya penyakit jantung organik dengan kegagalan jantung, hipertensi, nephritis, tuberkulosis paru aktif, toksemia gravidarum yang berat.
- Penyakit-penyakit metabolik, misalnya diabetes yang tidak terkontrol yang disertai komplikasi vaskuler, hipertiroid, dll.
- Epilepsi, sklerosis yang luas dan berat.
- Hiperemesis gravidarum yang berat, dan chorea gravidarum.
- Gangguan jiwa, disertai dengan kecenderungan untuk bunuh diri. Pada kasus seperti ini sebelum melakukan tindakan abortus harus berkonsultasi dengan psikiater.
ABORSI
DITINJAU DARI
SUDUT
MEDIS DAN
ETIKA
KRISTIANI
ABORSI DARI SUDUT MEDIS
Menurut
batasan atau definisi, aborsi adalah pengeluaran buah kehamilan
dimana buah kehamilan itu tidak mempunyai kemungkinan hidup di luar
kandungan. Sedangkan dunia kedokteran berpendapat bahwa janin yang
lahir dengan berat badan yang sama atau kurang dari 500 gram tidak
mungkin hidup di luar kandungan, meskipun ada laporan kedokteran yang
menyatakan bahwa ada janin di bawah 500 gram yang dapat hidup. Karena
janin dengan berat badan 500 gram sama dengan usia kehamilan 20
minggu, maka kelahiran janin dibawah 20 minggu tersebut sebagai
aborsi. Ada negara tertentu yang memakai batas 1000 gram sebagai
aborsi, menurut Undang-Undang di Indonesia, kematian janin di bawah
1000 gram tidak perlu dilaporkan dan dapat dikuburkan di luar Tempat
Pemakaman Umum. Dari cara terjadinya aborsi, ada dua macam aborsi,
aborsi spontan (abortus spontaneus) dan aborsi buatan (abortus
provocatus). Aborsi spontan terjadi sendiri tanpa campur tangan
manusia, sedang aborsi buatan adalah hasil dari perbuatan manusia
yang dengan sengaja melakukan perbuatan pengguguran. Abortus yang
terjadi pada usia kehamilan di bawah 12 minggu disebut abortus dini.
Abortus
Spontaneus
Insiden
abortus spontan diperkirakan 10% dari seluruh kehamilan. Namun angka
ini mempunyai dua kelemahan, yaitu kegagalan untuk menghitung abortus
dini yang tidak terdeteksi, serta aborsi ilegal yang dinyatakan
sebagai abortus spontan. Insiden abortus spontan sulit untuk
ditentukan secara tepat, karena sampai sekarang belum diterapkan
kapan sebenarnya dimulainya kehamilan? Apakah penetrasi sperma
kedalam sel telur sudah merupakan kehamilan? Apakah pembelahan sel
telur yang telah dibuahi berarti mulainya kehamilan? Atau kehamilan
dimulai setelah blastocyst membenamkan diri kedalam decidua? Atau
setelah janin “bernyawa”?
Dengan
pemeriksaan tes yang dapat mendeteksi Human Chorionic Gonadotropin
maka frekuensi abortus akan menjadi lebih tinggi (20% – 62%).
1.
Penyebab abortus spontan
Lebih
dari 80% abortus terjadi pada usia kehamilan 12 minggu. Setengah di
antaranya disebabkan karena kelainan kromosom. Resiko terjadinya
abortus meningkat dengan makin tingginya usia ibu serta makin
banyaknya kehamilan. Selain itu kemungkinan terjadinya abortus
bertambah pada wanita yang hamil dalam waktu tiga bulan setelah
melahirkan.
Pada
abortus dini, pengeluaran janin/embrio biasanya didahului dengan
kematian janin/embrio. Sedangkan abortus pada usia yang lebih lanjut,
biasanya janin masih hidup sebelum dikeluarkan.
- Kelainan Pertumbuhan Zygote.
Penyebab paling sering terjadinya
abortus dini adalah kelainan pertumbuhan hasil konsepsi (pembuahan),
baik dalam bentuk Zygote, embrio, janin maupun placenta. Ternyata 50%
– 60% dari abortus ini berhubungan dengan kelainan kromosom.
- Faktor Ibu.
Penyakit pada ibu biasanya terjadi
pada janin dengan kromosom yang normal, paling banyak pada usia
kehamilan 13 minggu. Beberapa macam infeksi bakteria atau virus dapat
menyebabkan abortus. Penyakit ibu yang kronis biasanya tidak
menyebabkan abortus, meskipun dapat menyebabkan kematian janin pada
usia yang lebih lanjut atau menyebabkan persalinan prematur. Kelainan
pada uterus (rahim) dapat menyebabkan abortus spontan.
2.
Pembagian abortus spontan
- Abortus Imminens (threatened abortion), yaitu adanya gejala-gejala yang mengancam akan terjadi aborsi. Dalam hal demikian kadang-kadang kehamilan masih dapat diselamatkan.
- Abortus Incipiens (inevitable abortion), artinya terdapat gejala akan terjadinya aborsi, namun buah kehamilan masih berada di dalam rahim. Dalam hal demikian kehamilan tidak dapat dipertahankan lagi.
- Abortus Incompletus, apabila sebagian dari buah kehamilan sudah keluar dan sisanya masih berada dalam rahim. Pendarahan yang terjadi biasanya cukup banyak namun tidak fatal, untuk pengobatan perlu dilakukan pengosongan rahim secepatnya.
- Abortus Completus, yaitu pengeluaran keseluruhan buah kehamilan dari rahim. Keadaan demikian biasanya tidak memerlukan pengobatan.
- Missed Abortion. Istilah ini dipakai untuk keadaan dimana hasil pembuahan yang telah mati tertahan dalam rahim selama 8 minggu atau lebih. Penderitanya biasanya tidak menderita gejala, kecuali tidak mendapat haid. Kebanyakan akan berakhir dengan pengeluaran buah kehamilan secara spontan dengan gejala yang sama dengan abortus yang lain.
Abortus
Therapeuticus
Abortus
therapeuticus adalah pengakhiran kehamilan pada saat dimana janin
belum dapat hidup demi kepentingan mempertahankan kesehatan ibu.
Menurut Undang-Undang di Indonesia tindakan ini dapat dibenarkan.
Keadaan kesehatan ibu yang membahayakan nyawa ibu dengan adanya
kehamilan adalah penyakit jantung yang berat, hypertensi berat, serta
beberapa penyakit kanker.
Di
beberapa negara, termasuk dalam kategori ini adalah kehamilan akibat
perkosaan atau insect, dan pada keadaan dimana bayi yang dikandungnya
mempunyai cacat fisik atau mental yang berat. Di negara-negara Eropa,
aborsi diperbolehkan apabila ibu menderita campak Jerman (German
Measles) pada trimester pertama.
Elective
Abortion
Aborsi
sukarela adalah pengakhiran kehamilan pada saat janin belum dapat
hidup namun bukan karena alasan kesehatan ibu atau janin. Pada masa
kini, aborsi jenis inilah yang paling sering dilakukan. Di Amerika
Serikat, terjadi satu aborsi sukarela untuk tiap 3 janin lahir hidup.
Eugenic Abortion:
pengguguran yang
dilakukan terhadap janin yang cacat
ABORSI DARI SUDUT ETIKA KRISTIANI
Etika
Kristen dalam melihat masalah aborsi harus dilandasi oleh sikap yang
etis dan kristiani, bukan sikap kebencian apalagi mengutuk dan juga
dilandasi oleh sikap empati, kasih, bukan hukuman atau penghakiman.
Celakanya masalah aborsi telah terbungkus oleh banyak label, mitos.
Kita tidak tahu apa sebenarnya masalah yang esensial, sehingga kita
juga tidak tahu apa yang harus dilakukan.
Aborsi
tidak sama dengan membunuh, dan dalam prakteknya aborsi telah menjadi
pertengkaran ideologi, yaitu antara ideologi konservatif
fundamentalis dan liberalis. Substansi permasalahan sudah tertutup
dengan label atau cap-cap. Misalnya, pemberitaan-pemberitaan di media
massa menyudutkan bahwa yang melakukan aborsi sebagai pembunuh
berdarah dingin, atau membunuh secara sederhana.
Antara
dua kutub yang anti dan pro tidak ada titik temu. Namun kedua belah
pihak pada dasarnya tidak setuju aborsi, tetapi ada kasus-kasus atau
situasi yang dianggap perkecualian. Memang ada perbedaan di antara
dua kutub.
1.
Perbedaan Pandangan
Perbedaan
pandangan mengenai relasi atau hubungan antara sang ibu dengan janin
yang dikandung. Bilamana janin itu sepenuhnya bagian tubuh sang ibu
maka yang “anti” aborsi menganggap aborsi melanggar hak-hak ibu.
Atau sebaliknya kalau sang ibu itu hanya alat/instrumental saja
selama 9 bulan 10 hari, maka ibu tidak mempunyai hak. Namun yang
pasti secara teologis semuanya adalah hak Allah.
2.
Perbedaan Paham
Perbedaan
paham mengenai kapan dimulainya kehidupan manusia. Pembuahan terjadi
di rahim, di situlah kehidupan dimulai. Tapi belum menjadi manusia.
Jadi mempunyai potensi menjadi calon siapa. Kapan terjadi manusia,
ada beberapa hipotesa, yaitu :
- Minggu ke-12, karena setelah bulan ke tujuh telah terbentuk kortek yang akan menjadi manusia.
- Hari yang ke-12, karena sebelum hari ke-12 belum terjadi individu alisasi.
- Hari ke-6 atau ke-7 setelah haid terakhir sel tersebut berkembang menjadi janin.
- Sejauh pembuahan sudah berkembang menjadi manusia.
Dari
keempat hipotesa tersebut disimpulkan bahwa, semakin tua usia janin
semakin komplek masalahnya bila melakukan aborsi. Bahwa benar atau
salah melakukan tindakan aborsi, yang pasti salah.
Dalam
kehidupan kita yang dipengaruhi oleh dosa, kita tidak jarang didorong
atau dipaksa untuk melakukan perbuatan yang salah/dosa. Tetapi dalam
alasan-alasan yang positif dan dapat dipertanggungjawabkan aborsi
dapat dilakukan, misalnya untuk hal-hal yang jika tidak dilakukan
akan mengakibatkan sesuatu yang sangat merugikan.
Dalam
pemahaman seperti itu, aborsi mungkin dilakukan apabila:
- Demi keselamatan jiwa ibu.
- Kalau probabilitas (kemungkinan) bayi yang akan dilahirkan akan cacat.
- Keluarga-keluarga yang memang beban ekonominya sangat berat sekali dan usia janin tersebut masih sangat muda sekali.
Namun
ini bukan berarti saya menyetujui tindakan aborsi, karena aborsi
tetap akan berlangsung terus. Justru masyarakat juga harus diberi
terapi. Orang-orang yang mendorong aborsi itu yang harus diperhatikan
juga. Oleh karena itu saya menegaskan bahwa etika menjadi efektif
kalau tidak dilihat secara normatif semata, namun harus melihat
realitas yang ada.
Permasalahannya
bukan boleh atau tidak boleh, benar atau tidak benar. Prinsip etika
harus dikaitkan dengan kenyataan hidup. Realitas dosa inilah yang
menyebabkan masalah aborsi tidak dapat dilihat secara “hitam” dan
“putih”.
METODE-METODE,
EFEK
DAN
RESIKO ABORSI
METODE-METODE ABORSI
Urea
Karena
bahaya penggunaan saline, maka suntikan lain yang biasa dipakai
adalah hipersomolar urea, walau metode ini kurang efektif dan
biasanya harus dibarengi dengan asupan hormon oxytocin atau
prostaglandin agar dapat mencapai hasil maksimal. Gagal aborsi atau
tidak tuntasnya aborsi sering terjadi dalam menggunakan metode ini,
sehingga operasi pengangkatan janin dilakukan. Seperti teknik
suntikan aborsi lainnya, efek samping yang sering ditemui adalah
pusing-pusing atau muntah-muntah. Masalah umum dalam aborsi pada
trimester kedua adalah perlukaan rahim, yang berkisar dari perlukaan
kecil hingga perobekan rahim. Antara 1-2% dari pasien pengguna metode
ini terkena endometriosis/peradangan dinding rahim.
Prostaglandin
Prostaglandin merupakan hormon
yang diproduksi secara alami oleh tubuh dalam proses melahirkan.
Injeksi dari konsentrasi buatan hormon ini ke dalam air ketuban
memaksa proses kelahiran berlangsung, mengakibatkan janin keluar
sebelum waktunya dan tidak mempunyai kemungkinan untuk hidup sama
sekali. Sering juga garam atau racun lainnya diinjeksi terlebih
dahulu ke cairan ketuban untuk memastikan bahwa janin akan lahir
dalam keadaan mati, karena tak jarang terjadi janin lolos dari trauma
melahirkan secara paksa ini dan keluar dalam keadaan hidup. Efek
samping penggunaan prostaglandin tiruan ini adalah bagian dari
ari-ari yang tertinggal karena tidak luruh dengan sempurna, trauma
rahim karena dipaksa melahirkan, infeksi, pendarahan, gagal
pernafasan, gagal jantung, perobekan rahim.
Partial Birth Abortion
Metode ini sama seperti melahirkan
secara normal, karena janin dikeluarkan lewat jalan lahir. Aborsi ini
dilakukan pada wanita dengan usia kehamilan 20-32 minggu, mungkin
juga lebih tua dari itu. Dengan bantuan alat USG, forsep (tang
penjepit) dimasukkan ke dalam rahim, lalu janin ditangkap dengan
forsep itu. Tubuh janin ditarik keluar dari jalan lahir (kecuali
kepalanya). Pada saat ini, janin masih dalam keadaan hidup. Lalu,
gunting dimasukkan ke dalam jalan lahir untuk menusuk kepala bayi itu
agar terjadi lubang yang cukup besar. Setelah itu, kateter
penyedot dimasukkan untuk menyedot keluar otak bayi. Kepala yang
hancur lalu dikeluarkan dari dalam rahim bersamaan dengan tubuh janin
yang lebih dahulu ditarik keluar.
Histerotomy
Sejenis
dengan metode operasi caesar, metode ini digunakan jika cairan kimia
yang digunakan/disuntikkan tidak memberikan hasil memuaskan. Sayatan
dibuat di perut dan rahim. Bayi beserta ari-ari serta cairan ketuban
dikeluarkan. Terkadang, bayi dikeluarkan dalam keadaan hidup, yang
membuat satu pertanyaan bergulir: bagaimana, kapan dan siapa yang
membunuh bayi ini? Metode ini memiliki resiko tertinggi untuk
kesehatan wanita, karena ada kemungkinan terjadi perobekan rahim.
Metode
Penyedotan (Suction Curettage)
Pada 1-3 bulan pertama dalam
kehidupan janin, aborsi dilakukan dengan metode penyedotan. Teknik
inilah yang paling banyak dilakukan untuk kehamilan usia dini. Mesin
penyedot bertenaga kuat dengan ujung tajam dimasukkan ke dalam rahim
lewat mulut rahim yang sengaja dimekarkan. Penyedotan ini
mengakibatkan tubuh bayi berantakan dan menarik ari-ari (plasenta)
dari dinding rahim. Hasil penyedotan berupa darah, cairan ketuban,
bagian-bagian plasenta dan tubuh janin terkumpul dalam botol yang
dihubungkan dengan alat penyedot ini. Ketelitian dan kehati-hatian
dalam menjalani metode ini sangat perlu dijaga guna menghindari
robeknya rahim akibat salah sedot yang dapat mengakibatkan pendarahan
hebat yang terkadang berakhir pada operasi pengangkatan rahim.
Peradangan dapat terjadi dengan mudahnya jika masih ada sisa-sisa
plasenta atau bagian dari janin yang tertinggal di dalam rahim. Hal
inilah yang paling sering terjadi yang dikenaldengan komplikasi paska-aborsi.
Metode
D&C – Dilatasi dan Kerokan
Dalam
teknik ini, mulut rahim dibuka atau dimekarkan dengan paksa untuk
memasukkan pisau baja yang tajam. Bagian tubuh janin dipotong
berkeping-keping dan diangkat, sedangkan plasenta dikerok dari
dinding rahim. Darah yang hilang selama dilakukannya metode ini lebih
banyak dibandingkan dengan metode penyedotan. Begitu juga dengan
perobekan rahim dan radang paling sering terjadi. Metode ini tidak
sama dengan metode D&C yang dilakukan pada wanita-wanita dengan
keluhan penyakit rahim (seperti pendarahan rahim, tidak terjadinya
menstruasi, dsb). Komplikasi yang sering terjadi antara lain robeknya
dinding rahim yang dapat menjurus hingga ke kandung kencing.
Pil RU
486
Masyarakat menamakannya “Pil
Aborsi Perancis”. Teknik ini menggunakan 2 hormon sintetik yaitu
mifepristone dan misoprostol untuk secara kimiawi menginduksi
kehamilan usia 5-9 minggu. Di Amerika Serikat, prosedur ini dijalani
dengan pengawasan ketat dari klinik aborsi yang mengharuskan
kunjungan sedikitnya 3 kali ke klinik tersebut. Pada kunjungan
pertama, wanita hamil tersebut diperiksa dengan seksama. Jika tidak
ditemukan kontra-indikasi (seperti perokok berat, penyakit asma,
darah tinggi, kegemukan, dll) yang malah dapat mengakibatkan kematian
pada wanita hamil itu, maka ia diberikan pil RU 486.
Kerja RU 486 adalah untuk
memblokir hormon progesteron yang berfungsi vital untuk menjaga jalur
nutrisi ke plasenta tetap lancar. Karena pemblokiran ini, maka janin
tidak mendapatkan makanannya lagi dan menjadi kelaparan. Pada
kunjungan kedua, yaitu 36-48 jam setelah kunjungan pertama, wanita
hamil ini diberikan suntikan hormon prostaglandin, biasanya
misoprostol, yang mengakibatkan terjadinya kontraksi rahim dan
membuat janin terlepas dari rahim. Kebanyakan wanita mengeluarkan isi
rahimnya itu dalam 4 jam saat menunggu di klinik, tetapi 30% dari
mereka mengalami hal ini di rumah, di tempat kerja, di kendaraan
umum, atau di tempat-tempat lainnya, ada juga yang perlu menunggu
hingga 5 hari kemudian. Kunjungan ketiga dilakukan kira-kira 2 minggu
setelah pengguguran kandungan, untuk mengetahui apakah aborsi telah
berlangsung. Jika belum, maka operasi perlu dilakukan (5-10 persen
dari seluruh kasus). Ada beberapa kasus serius dari penggunaan RU
486, seperti aborsi yang tidak terjadi hingga 44 hari kemudian,
pendarahan hebat, pusing-pusing, muntah-muntah, rasa sakit hingga
kematian. Sedikitnya seorang wanita Perancis meninggal sedangkan
beberapa lainnya mengalami serangan jantung.
Suntikan
Methotrexate (MTX)
Prosedur dengan MTX sama dengan RU
486, hanya saja obat ini disuntikkan ke dalam badan. MTX pada mulanya
digunakan untuk menekan pertumbuhan pesat sel-sel, seperti pada kasus
kanker, dengan menetralisir asam folat yang berguna untuk pemecahan
sel. MTX ternyata juga menekan pertumbuhan pesat trophoblastoid –
selaput yang menyelubungi embrio yang juga merupakan cikal bakal
plasenta. Trophoblastoid tidak saja berfungsi sebagai ‘sistim
penyanggah hidup’ untuk janin yang sedang berkembang, mengambil
oksigen dan nutrisi dari darah calon ibu serta membuang
karbondioksida dan produk-produk buangan lainnya, tetapi juga
memproduksi hormon hCG (human chorionic gonadotropin), yang
memberikan tanda pada corpus luteum untuk terus memproduksi hormon
progesteron yang berguna untuk mencegah gagal rahimdankeguguran. MTX
menghancurkan integrasi dari lingkungan yang menopang, melindungi dan
menyuburkan pertumbuhan janin, dan karena kekurangan nutrisi, maka
janin menjadi mati. 3-7 hari kemudian, tablet misoprostol dimasukkan
ke dalam kelamin wanita hamil itu untuk memicu terlepasnya janin dari
rahim. Terkadang, hal ini terjadi beberapa jam setelah masuknya
misoprostol, tetapi sering juga terjadi perlunya penambahan dosis
misoprostol. Hal ini membuat cara aborsi dengan menggunakan suntikan
MTX dapat berlangsung berminggu-minggu. Si wanita hamil itu akan
mendapatkan pendarahan selama berminggu-minggu (42 hari dalam sebuah
studi kasus), bahkan terjadi pendarahan hebat. Sedangkan janin dapat
gugur kapan saja – di rumah, di dalam bis umum, di tempat kerja, di
supermarket, dsb. Wanita yang kedapatan masih mengandung pada
kunjungan ke klinik aborsi selanjutnya, mau tak mau harus menjalani
operasi untuk mengeluarkan janin itu. Bahkan dokter-dokter yang
bekerja di klinik aborsi seringkali enggan untuk memberikan suntikan
MTX karena MTX sebenarnya adalah racun dan efek samping yang terjadi
terkadang tak dapat diprediksi.
Efek samping yang tercatat dalam
studi kasus adalah sakit kepala, rasa sakit, diare, penglihatan yang
menjadi kabur, dan yang lebih serius adalah depresi sumsum tulang
belakang, kekuragan darah, kerusakan fungsi hati, dan sakit
paru-paru. Dalam bungkus MTX, pabrik pembuat menuliskan peringatan
keras bahwa MTX memang berguna untuk pengobatan kanker, beberapa
kasus artritis dan psoriasis, “kematian pernah dilaporkan pada
orang yang menggunakan MTX”, dan pabrik itu menyarankan agar hanya
para dokter yang berpengalaman dan memiliki pengetahuan tentang
terapi antimetabolik saja yang boleh menggunakan MTX. Meski para
dokter aborsi yang menggunakan MTX menepis efek-efek samping MTX dan
mengatakan MTX dosis rendah baik untuk digunakan dalam proses aborsi,
dokter-dokter aborsi lainnya tidak setuju, karena pada paket injeksi
yang digunakan untuk aborsi juga tertera peringatan bahaya racun
walau MTX digunakan dalam dosis rendah
EFEK ABORSI
1.
Efek Jangka Pendek
- Rasa sakit yang intens
- Terjadi kebocoran uterus
- Pendarahan yang banyak
- Infeksi
- Bagian bayi yang tertinggal di dalam
- Shock/Koma
- Merusak organ tubuh lain
- Kematian
2.
Efek Jangka Panjang
- Tidak dapat hamil kembali
- Keguguran Kandungan
- Kehamilan Tubal
- Kelahiran Prematur
- Gejala peradangan di bagian pelvis
- Hysterectom
RESIKO ABORSI
Aborsi
memiliki risiko penderitaan yang berkepanjangan terhadap kesehatan
maupun keselamatan hidup seorang wanita. Tidak benar jika dikatakan
bahwa seseorang yang melakukan aborsi ia ” tidak merasakan apa-apa
dan langsung boleh pulang “.
Resiko
kesehatan terhadap wanita yang melakukan aborsi berisiko kesehatan
dan keselamatan secara fisik dan gangguan psikologis. Risiko
kesehatan dan keselamatan fisik yang akan dihadapi seorang wanita
pada saat melakukan aborsi dan setelah melakukan aborsi adalah ;
- Kematian mendadak karena pendarahan hebat.
- Kematian mendadak karena pembiusan yang gagal.
- Kematian secara lambat akibat infeksi serius disekitar kandungan.
- Rahim yang sobek (Uterine Perforation).
- Kerusakan leher rahim (Cervical Lacerations) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya.
- Kanker payudara (karena ketidakseimbangan hormon estrogen pada wanita).
- Kanker indung telur (Ovarian Cancer).
- Kanker leher rahim (Cervical Cancer).
- Kanker hati (Liver Cancer).
- Kelainan pada ari-ari (Placenta Previa) yang akan menyebabkan cacat pada anak berikutnya dan pendarahan hebat pada kehamilan berikutnya.
- Menjadi mandul/tidak mampu memiliki keturunan lagi ( Ectopic Pregnancy).
- Infeksi rongga panggul (Pelvic Inflammatory Disease).
- Infeksi pada lapisan rahim (Endometriosis)
Proses
aborsi bukan saja suatu proses yang memiliki resiko tinggi dari segi
kesehatan dan keselamatan seorang wanita secara fisik, tetapi juga
memiliki dampak yang sangat hebat terhadap keadaan mental seorang
wanita. Gejala ini dikenal dalam dunia psikologi sebagai
“Post-Abortion Syndrome” (Sindrom Paska-Aborsi) atau PAS.
Gejala-gejala ini dicatat dalam ” Psychological Reactions Reported
After Abortion ” di dalam penerbitan The Post-Abortion Review.
Oleh
sebab itu yang sangat penting untuk diperhatikan dalam hal ini adanya
perhatian khusus dari orang tua remaja tersebut untuk dapat
memberikan pendidikan seks yang baik dan benar.
ABORSI
DAN AGAMA
“APA KATA ALKITAB MENGENAI ABORSI?”
Alkitab
tidak pernah secara khusus berbicara mengenai soal aborsi. Namun
demikian, ada banyak ajaran Alkitab yang membuat jelas apa pandangan
Allah mengenai aborsi. Yeremia
1:5 memberitahu
kita bahwa Allah mengenal kita sebelum Dia membentuk kita dalam
kandungan. Mazmur
139:13-16 berbicara
mengenai peran aktif Allah dalam menciptakan dan membentuk kita dalam
rahim.Keluaran
21:22-25 memberikan
hukuman yang sama kepada orang yang mengakibatkan kematian seorang
bayi yang masih dalam kandungan dengan orang yang membunuh. Hal ini
dengan jelas mengindikasikan bahwa Allah memandang bayi dalam
kandungan sebagai manusia sama seperti orang dewasa. Bagi orang
Kristiani, aborsi bukan hanya sekedar soal hak perempuan untuk
memilih. Aborsi juga berkenaan dengan hidup matinya manusia yang
diciptakan dalam rupa Allah (Kejadian
1:26-27; 9:6).
Argumen
pertama yang
selalu diangkat untuk menentang posisi orang Kristianidalam hal
aborsi adalah, “Bagaimana dengan kasus pemerkosaan dan/atau
hubungan seks antar saudara.”. Betapapun mengerikannya hamil
sebagai akibat pemerkosaan atau hubungan seks antar saudara, apakah
membunuh sang bayi adalah jawabannya? Dua kesalahan tidak
menghasilkan kebenaran. Anak yang lahir sebagai hasil pemerkosaan
atau hubungan seks antar saudara dapat saja diberikan untik diadopsi
oleh keluarga yang tidak mampu memperoleh anak – atau anak tsb
dapat dibesarkan oleh ibunya. Sekali lagi sang bayi tidak seharusnya
dihukum karena perbuatan jahat ayahnya.
Argumen
kedua yang
biasanya diangkat untuk menentang posisi orang Kristianidalam hal
aborsi adalah, “Bagaimana jikalau hidup sang ibu
terancam?”. Pertama-tama perlu diingat bahwa situasi semacam
ini hanya kurang dari 1/10 dari 1 persen dari seluruh aborsi yang
dilakukan di dunia saat ini. Jauh lebih banyak perempuan yang
melakukan aborsi karena mereka tidak mau “merusak tubuh mereka”
daripada perempuan yang melakukan aborsi untuk menyelamatkan jiwa
mereka. Kedua, mari kita mengingat bahwa Allah kita adalah Allah dari
mujizat. Dia dapat menjaga hidup dari ibu dan anak sekalipun secara
medis hal itu tidak mungkin. Akhirnya, keputusan ini hanya dapat
diambil antara suami, isteri dan Allah. Setiap pasangan yang
menghadapi situasi yang sangat sulit ini harus berdoa minta hikmat
dari Tuhan (Yakobus
1:5) untuk apa
yang Tuhan mau mereka buat.
Pada
99% dari aborsi yang dilakukan sekarang ini alasannya adalah
“pengaturan kelahiran secara retroaktif”. Perempuan dan/atau
pasangannya memutuskan bahwa mereka tidak menginginkan bayi yang
dikandung. Maka mereka memutuskan untuk mengakhiri hidup dari bayi
itu daripada harus bertanggung jawab. Ini adalah kejahatan yang
terbesar. Bahkan dalam kasus 1% yang sulit itu, aborsi tidak
sepantasnya dijadikan opsi pertama. Hidup dari manusia dalam
kandungan tu layak
untukmendapatkansegalausahauntukmemastikankelahirannya.
Bagi mereka yang telah melakukan aborsi, dosa aborsi tidaklah lebih sulit diampuni dibanding dengan dosa-dosa lainnya. Melalui iman dalam Kristus, semua dosa apapun dapat diampuni (Yohanes 3:16; Roma 8:1; Kolose 1:14). Perempuan yang telah melakukan aborsi, atau laki-laki yang mendorong aborsi, atau bahkan dokter yang melakukan aborsi, semuanya dapat diampuni melalui iman di dalam Yesus Kristus.
Bagi mereka yang telah melakukan aborsi, dosa aborsi tidaklah lebih sulit diampuni dibanding dengan dosa-dosa lainnya. Melalui iman dalam Kristus, semua dosa apapun dapat diampuni (Yohanes 3:16; Roma 8:1; Kolose 1:14). Perempuan yang telah melakukan aborsi, atau laki-laki yang mendorong aborsi, atau bahkan dokter yang melakukan aborsi, semuanya dapat diampuni melalui iman di dalam Yesus Kristus.
AJARAN AGAMA
Pada prinsipnya, umat Kristen
Katolik percaya bahwa semua kehidupan adalah kudus sejak dari masa
pembuahan hingga kematian yang wajar, dan karenanya mengakhiri
kehidupan manusia yang tidak bersalah, baik sebelum ataupun sesudah
ia dilahirkan, merupakan kejahatan moral. Gereja mengajarkan,
“Kehidupan manusia adalah kudus karena sejak awal ia membutuhkan
‘kekuasaan Allah Pencipta’ dan untuk selama-lamanya tinggal dalam
hubungan khusus dengan Penciptanya, tujuan satu-satunya. Hanya Allah
sajalah Tuhan kehidupan sejak awal sampai akhir: tidak ada seorang
pun boleh berpretensi mempunyai hak, dalam keadaan mana pun, untuk
mengakhiri secara langsung kehidupan manusia yang tidak bersalah”.
Seturut wahyu, baik dalam
Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, dengan penekanan khusus pada
misteri inkarnasi, Gereja Katolik Roma mengutuk praktek aborsi.
Beberapa contoh ajaran dalam rentang waktu tiga ratus tahun pertama
sejak berdirinya Gereja meliputi yang berikut ini: “Didache”
(“Ajaran dari Keduabelas Rasul,” thn 80 M) menegaskan, “Engkau
tidak boleh melakukan abortus dan juga tidak boleh membunuh anak yang
baru dilahirkan.” “Surat Barnabas” (thn 138) juga mengutuk
aborsi. Athenagoras (thn 177) dalam tulisannya “Pembelaan Atas Nama
Umat Kristen” (suatu pembelaan terhadap paham kafir) menegaskan
bahwa umat Kristen menganggap para wanita yang menelan ramuan atau
obat-obatan untuk menggugurkan kandungannya sebagai para pembunuh; ia
mengutuk para pembunuh anak-anak, termasuk anak-anak yang masih ada
dalam rahim ibu mereka, “di mana mereka telah menjadi obyek
penyelenggaraan ilahi.” Tertulianus (thn 197) dalam “Apologeticum”
menegaskan hal serupa, “mencegah kelahiran adalah melakukan
pembunuhan; tidak banyak bedanya apakah orang membinasakan kehidupan
yang telah dilahirkan ataupun melakukannya dalam tahap yang lebih
awal. Ia yang bakal manusia adalah manusia.” Pada tahun 300,
Konsili Elvira, suatu konsili gereja lokal di Spanyol, mengeluarkan
undang-undang khusus yang mengutuk aborsi (Kanon 63).
Setelah pengesahan kekristenan
pada tahun 313, Gereja tetap mengutuk aborsi. Sebagai contoh, St.
Basilus dalam sepucuk suratnya kepada Uskup Amphilochius (thn 374)
dengan tegas menyatakan ajaran Gereja: “Seorang wanita yang dengan
sengaja membinasakan janin haruslah diganjari dengan hukuman seorang
pembunuh” dan “Mereka yang memberikan ramuan atau obat-obatan
yang mengakibatkan aborsi adalah para pembunuh juga, sama seperti
mereka yang menerima racun itu guna membunuh janin.”
Poin utamanya adalah Gereja
Katolik Roma sejak dari awal secara terus-menerus menjunjung tinggi
kekudusan hidup dari bayi yang belum dilahirkan dan mengutuk tindakan
aborsi langsung (abortus langsung, artinya abortus yang dikehendaki
baik sebagai tujuan maupun sebagai sarana). Menentang ajaran ini
berarti menyangkal ilham Kitab Suci dan Tradisi kristiani. Kita,
sebagai umat Kristen Katolik, patut berdoa demi berubahnya hati
nurani umat manusia dan dengan gagah berani mengajarkan,
mempertahankan serta membela kekudusan hidup manusia, teristimewa
bayi-bayi tak dilahirkan yang tak berdaya dan tak bersalah.
TANGGAPAN GEREJA
Gereja Katolik merupakan
satu-satunya lembaga keagamaan yang dengan lantang menentang aborsi.
Untuk Gereja Katolik, aborsi adalah pembunuhan atas manusia tak
berdosa dan yang dalam dirinya tak bisa membela diri. Maka sangat
jelas bahwa Gereja Katolik mengerti tindakan mengaborsi bukanlah hak
azasi melainkan sebaliknya adalah kejahatan azasi. Hak azasi dalam
pengertian Gereja Katolik selalu mengarah kepada kehidupan dan bukan
kepada kematian. Aborsi adalah suatu tindakan yang mengarah pada
kematian dan hanya dilakukan oleh orang yang mencintai kematian.
Paus Benedictus XVI dalam
kunjungannya ke Austria, dengan tegas mengumandangkan kembali
ajaran Gereja bahwa aborsi adalah dosa besar dan aborsi sama sekali
bukan hak azasi. Pernyataan Paus tersebut disambut gembira oleh
pencinta kehidupan dan di lain pihak disambut dengan protes keras
oleh para pencinta kematian. Sebab memang kata-kata Johannes Paulus
II, sangatlah benar, beliau mengatakan bahwa zaman ini sangat
diwarnai oleh “budaya kematian” (the culture of death). Manusia
atas nama kesenangan yang sifatnya sangat sementara dan sangat egois
mengorbankan kehidupan.
Dalam
Gereja Katolik, aborsi hanya layak dibenarkan dalam dua kasus
dilematis berikut: kasus dilematis pertama,
yakni situasi dimana jelas bahwa janin akan mati bersama ibunya
apabila tidak dilaksanakan pengguguran. Dan kasus
dilematiskedua,
yakni situasi dimana ibu akan meninggal bila janin tidak digugurkan.
Bahkan dalam kasus kedua itu beberapa ahli moral masih meragukan
apakah hidup ibu selalu layak lebih diutamakan dibandingkan dengan
hidup janin.
Jikalau ada
kelainan pada janin, Gereja tetap tidak memperbolehkan adanya
aborsi. Gereja hanya menerima kedua kasus dilematis yang tadi
telah dijelaskan. Kecuali kalau kelainan itu mengakibatkan masalah
dilematis seperti diatas tadi.
Jikalau
seseorang menjadi korban pemerkosaan, dan ia takut kalau anak yang
dilahirkannya dilecehkan oleh masyarakat, ia tetap tidak boleh
melakukan tindakan aborsi. Tetapi Gereja akan membantu
menyiapkan proses kematangan jiwa sang ibu misalnya melalui
pendampingan oleh para suster sehingga sang ibu mau melahirkan anak
dan membatalkan niat pengguguran. Gereja menyiapkan mental/kejiwaan
si korban perkosaan melalui pendampingan (konseling) yang bisa
dilakukan oleh pastor dan suster.
KESULITAN
GEREJA
Gereja
Katolik saat ini masih kesulitan untuk mengatasi masalah aborsi yang
masih tinggi. Diantaranya seperti sebuah kebijakan-kebijakan Negara,
dimana Negara tersebut masih memperbolehkan diadakannya aborsi.
Dalam perintah Allah
yang ke-5 berbunyi “Jangan Membunuh”, gereja
masihbertanya-tanya, dalam situasi dan kondisiyang rumit, apakah
perintah ini masihberlaku? Dan kalau kita melihat konteksnya,
maka perintah ini ditujukan untuk manusia. Dan sekarang yang menjadi
masalah utama adalah tentang status fetus/janin itu sendiri;
- Apakah fetus atau janin itu manusia atau bukan?
- Syarat apakah yang harus dimiliki “sesuatu” supaya dapat dianggap seorang manusia, jelasnya supaya memiliki hak hidup?
- Jika kita menganggap bayi yang belum dilahirkan bukan manusia, tetapi hanya benda, kapankah fetus itu dapat menikmati statusnya sebagai seorang manusia atau pribadi?
Jika janin itu belum mempunyai
status sebagai manusia, maka Abortus tidak dapat dicap sebagai
pembunuhan, dan masalah kita dapat diselesaikan, tetapi jika itu
adalah manusia yang sedang mengalami proses pertumbuhan secara
kontiniu, maka ini jelas merupakan suatu pembunuhan.
PENUTUP
TANGGAPAN
Setelah
saya membaca kasus-kasus yang terlampir pada lampiran, kasus aborsi
sampai saat ini sangatlah serius dan membahayakan bagi umat manusia.
Menurut data, sampai saat ini ternyata kasus mengenai aborsi masih
sangat tinggi, bahkan sampai remaja pun telah melakukan tindakan
aborsi. Walaupun banyak Negara telah menyerukan program KB dan banyak
Negara telah menyarankan untuk memakai kondom sebagai pilihan
alternative program KB, tetapi hasilnya di dunia ini masih tinggi
akan kasus aborsi.
Saya
menanggapi bahwa perbuatan aborsi dengan tujuan dan maksud tertentu
memang ada yang boleh dilakukan dan ada yang tidak boleh dilakukan.
Tujuan dan maksud tersebut memang boleh
dilakukannya tindakan
aborsi, apabila dalam situasi janin akan mati bersama ibunya
apabila tidak dilaksanakan pengguguran dan situasi dimana ibu
akan meninggal bila janin tidak digugurkan. Tetapi tindakan
aborsi tidak
diperkenankan apabila
seorang wanita malu menanggung resiko mempunyai anak diluar nikah
ataupun di dalam situasi perkawinan dimana seorang ibu yang hamil dan
mempunyai banyak anak, tetapi ibu tersebut tidak menginginkan
kehadiran anaknya didalam kehamilanya, maka ibu tersebut tidak boleh
melakukan tindakan aborsi.
Kita
seharusnya menghargai sebuah kehidupan. Janin di dalam kandungan
merupakan anugrah yang diberikan Allah kepada kita. Kita tidak boleh
merampas hak dari janin tersebut untuk hidup. Jika kita akan
melakukan hubungan sex terhadap pasangan kita (di dalam maupun diluar
perkawinan), maka kita harus menanggung resiko untuk mempunyai anak.
Kita tidak boleh lepas begitu saja untuk menggugurkan janin tersebut.
Allah
Bapa sangatlah baik. Dia masih memaafkan orang yang melakukan
tindakan aborsi dan yang membantu lancarnya jalannya aborsi, jika
mereka telah melakukan pertobatan kepada Allah. Dalam pengertian saya
ini, bukan berarti kita seenaknya melakukan tindakan aborsi lalu
bertobat. Apabila kita melakukan aborsi lalu kita meninggal sebelum
melakukan pertobatan, hal ini akan dipertanyakan oleh Allah pada hari
penantian.
SOLUSI
Memang kasus aborsi tidak dapat
kita hentikan. Tetapi kita dapat mencegah meningkatnya kasus aborsi
dengan cara kita sadar akan tindakan aborsi tersebut tidaklah baik.
Solusi saya agar kita sadar bahwa aborsi itu dosa ialah beriman yang
diwujudkan dengan:
- Sikap hormat terhadap kehidupan manusia sebagai ciptaan Tuhan yang ”serupa dengan citra Allah” (Berdasarkan Kej 1:26)
- Taat kepada perintah Allah khususnya perintah cinta / hukum cinta yaitu Cinta Kepada Tuhan dan sesama.
- Taati perintah ke -5 : ”Jangan Membunuh”
- Setia kepada ajaran Gereja yang melarang keras Aborsi (humanae Ultae).
- Pembinaan kaum muda: Memberi Katekese (pelajaran) mengenai seks dan seksualitas.
- Kursus persiapan perkawinan.
Saya
berharap, dengan solusi yang telah saya berikan berguna bagi kita
semua. Saya berharap agar kita semua menjadi sadar dan tidak
melakukan tindakan aborsi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar