Hubungan Disiplin Belajar dengan Prestasi Belajar
Disiplin adalah sikap
patuh terhadap peraturan yang berlaku, sikap disiplin sangat
penting dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Sikap tersebut
dapat menciptakan suasana belajar yang nyaman dan kondusif untuk
belajar, dengan bersikap disiplin siswa dapat mencapai tujuan
belajar. Sikap disiplin merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi prestasi belajar. Apabila seorang siswa memiliki sikap
disiplin dalam kegiatan belajarnya, maka kepatuhan dan ketekunan
belajarnya akan terus meningkat sehingga membuat prestasi belajar
meningkat juga.
Jadi apabila siswa
memiliki sikap disiplin yang tinggi dalam kegiatan belajar tentunya
prestasi belajar yang diperoleh menjadi baik. Sebaliknya jika siswa
tidak memiliki sikap disiplin dalam belajar maka kegiatan belajarnya
tidak terencana dengan baik sehingga kegiatan belajarnya tidak
teratur dan membuat prestasi belajar akan menurun.
Hasil penelitian Untatik
Setiyo (Pendidikan Matematika) tahun 2007 menyatakan bahwa Disiplin
Belajar terhadap Prestasi Belajar memberikan SR sebesar 52,33% dan SE
sebesar 40,5.%. Sedangkan Nanik Murwani tahun 2007 menyatakan bahwa
dari (SE) dan (SR) Disiplin Belajar terhadap Prestasi Belajar
memberikan sumbangan relatif 62,92 % dan sumbangan efektif sebesar
31,92 %”.
Landasan-Landasan Pendidikan
Landasan-landasan
Pendidikan adalah sebagi berikut:
a.Landasan Filosofis
Landasan filosofis
merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau hakikat
pendidikan, misalnya apakah pendidikan itu, mengapa pendidikan itu
diperlukan, dan apa tujuan pendidikan itu. Pembahasan mengenai semua
ini berkaitan dengan pandangan filosofis tertentu. Filsafat menelaah
sesuatu secara radikal sampai seakar-akarnya, menyeluruh dan
konseptual, yang menghasilkan konsep-konsep mengenai kehidupan dan
dunia. Landasan filosofis terhadap pendidikan dikaji terutama melalui
filsafat pendidikan, yang mengkaji pendidikan dari sudut filsafat.
Misalnya mungkinkah pendidikan diberikan kepada manusia, apakah
pendidikan bukan merupakan keharusan, mengapa? Kemungkinan pendidikan
diberikan kepada manusia bahkan harus diberikan, berkaitan dengan
pandangan mengenai hakikat manusia. Bahasan mengenai hakikat manusia
itu, dapat dijawab melalui kajian filosofis. Pendidikan itu mungkin
diberikan dan bahkan harus, karena manusia adalah makhluk
individualitas, makhluk sosialitas, makhluk moralitas, makhluk
personalitas, makhluk budaya, dan makhluk yang belum jadi.
Essensialisme, perenialisme, pragmatisme, progresivisme,
rekonstruksionalisme, dan pancasila adalah merupakan aliran-aliran
filsafat yang mempengaruhi pandangan, konsep dan praktik pendidikan.
1)Essensialisme
Essensialisme merupakan
aliran atau mazab pendidikan yang menerapkan filsafat idealisme dan
realisme secara eklektis. Mazab ini mengutamakan gagasan-gagasan yang
terpilih, yang pokok-pokok, yang hakiki ( essensial ), yaitu liberal
arts. Yang termasuk the liberal arts adalah bahasa, gramatika,
kesusasteraan, filsafat, ilmu kealaman, meatematika, sejarah dan
seni.
2)Perenialisme
Perenialisme hampir sama
dengan essensialisme, tetapi lebih menekankan pada keabadian atau
ketetapan atau kehikmatan ( perennial = konstan ). Yang abadi adalah
(1) pengetahuan yang benar, (2) keindahan, dan (3) kecintaan kepada
kebaikan. Prinsip-prinsip pendidikannya: (1) pendidikan yang abadi,
(2) inti pendidikan mengembangkan keunikan manusia yaitu kemampuan
berfikir, (3) tujuan belajar mengenalkan kebenaran abadi dan
universal, (4) pendidikan merupakan persiapan bagi hidup yang
sebenarnya, (5) kebenaran abadi diajarkan melalui pelajaran dasar,
yang mencakup bahasa, matematika, logika, IPA dan sejarah.
3)Pragmatisme dan
Progresivisme
Pragmatisme mazab
filsafat yang menekankan pada manfaat atau kegunaan praktis.
Progredivisme mazab filsafat yang menginginkan kemajuan, mengkritik,
essensialisme dan perenialisme karena mengutamakan pewarisan budaya
masa lalu, menggunakan prinsip pendidikan antara lain (1) anak
hendaknya diberi kebebasan, (2) gunakan pengalaman langsung, (3) guru
bukan satu-satunya, (4) sekolah hendaknya progresif menjadi
laboratorium untuk melakukan berbagai pembaharuan pendidikan dan
eksperimentasi.
4)Rekonstruksionisme
Mazab rekonstruksionisame
merupakan kelanjutan dari progresivisme. Mazab ini berpandangan bahwa
pendidikan/ sekolah hendaknya memelopori melakukan pembaharuan
kembali atau merekonstruksi kembali masyarakat agar menjadi lebih
baik. Karena itu pendidikan/sekolah harus mengembangkan ideologi
kemasyarakatan yang demokratis.
5)Pancasila
Bahwa pancasila merupakan
mazab filsafat tersendiri yang dijadikan landasan pendidikan, bagi
bangsa Indonesia dituangkan dalam Undang-undang pendidikan yang
berlaku. UU No. 2 tahun 1989 tentang Sisdiknas (akan segera diubah )
mengaturnya dalam pasal 2, pendidikan nasional berdasarkan pancasila
dan UUD 1945. Demikian pula dalam GBHN-GBHN yang pernah dan sedang
berlaku, biasa ditetapkan dasar pendidikan pancasila ini.
b.Landasan Sosiologis
Pada bagian depan telah
dikemukakan bahwa manusia selalu hidup bersama dengan mwnusia lain.
Kajian-kajian sosiologis telah dikemukakan pada waktu membahas
hakikat masyarakat. Masyarakat dengan berbagai karakteristik
sosiokultural inilah yang juga dijadikan landasan bagi kegiatan
pendidikan pada suatu masyarakat tertentu. Bagi bangsa Indonesia,
kondisi sosiokultural bercirikan dua, yaitu secara horisontal
ditandai oleh kesatuan-kesatuan sosial sesuai dengan suku, agama adat
istiadat dan kedaerahan. Secara vertikal ditandai oleh adanya
perbedaan-perbedaan pola kehidupan antara lapisan atas, menengah dan
bawah. Fenomina-fenomina sosial dan struktur sosial yang ada pada
masyarakat Indonesia sangat berkaitan dengan pendidikan sebagaimana
telah diuraikan di muka.
c.Landasan Kultural
Saling pengaruh antara
pendidikan dengan kebudayaan juga telah dikemukakan ketika membahas
kaitan kebudayaan dengan pendidikan. Kebudayaan tertentu diciptakan
oleh orang di masyarakat tertentu tersebut atau dihadirkan dan
diambil oper oleh masyarakat tersebut dan diwariskan melalui
belajar/pengalaman terhadap generasi berikutnya. Kebudayaan seperti
halnya sistem sosial di masyarakat meruoakan kondisi esensial bagi
perkembangan dan kehidupan orang.
Proses dan isi pendidikan
akan memberi bentuk kepribadian yang tumbuh dan pribadi-pribadi
inilah yang akan menjadi pendukung, pewaris, dan penerus kebudayaan,
secara ringkas adalah (1) kebudayaan menjadi kondisi belajar, (2)
kebudayaan memiliki daya dorong, daya rangsang adanya respon-respon
tertentu, (3) kebudayaan memiliki sistem ganjaran dan hukuman
terhadap perilaku tertentu sejalan dengan sistem nilai yang berlaku,
dan (4) adanya pengulangan pola perilaku tertentu dalam kebudayaan.
Tanpa pendidikan budaya dan manakala pendidikan budaya tersebut
terjadi tetapi gagal, yang kita saksikan adalah kematian atau
berakhirnya suatu kebudayaan.
d.Landasan Psikologis
Pendidikan selalu terkait
dengan aspek kejiwaan manusia, sehingga pendidikan juga menggunakan
landasan psikologis, bahkan menjadi landasan yang sangat penting,
karena yang digarap oleh pendidikan hampir selalu berkaitan dengan
aspek kejiwaan manusia. Ketika membahas hakikat manusiapun ada
pandangan-pandangan psikologik, seperti behaviorisme, humanisme dan
psikologi terdapat cukup banyak. Contoh, tipe-tipe manusia yang
dikemukakan oleh Eduard Spranger, ia menyebut ada enam tipe manusia,
yaitu manusia tipe teori, tipe ekonomi, tipe keindahan ( seni ), tipe
sosial, tipe politik dan tipe religius. Model-model belajar juga
dikemukakan oleh para psikolog seperti Skinner, Watson, dan
Thorndike. Bahwa manusia mempunyai macam-macam kebutuhan dikemukakan
misalnya oleh Maslow. Perkembangan peserta didik dengan tugas-tugas
perkembangan terkait dengan pola pendidikan. Sifat-sifat kepribadian
dengan tipe-tipenya masing-masing, juga terkait dengan pendidikan.
Karakteristik jiwa manusia Indonesia bisa jadi berbeda dengan bangsa
Amerika ( Barat ), maka pendidikan menggunakan landasan psikologis.
e.Landasan Ilmiah dan
Teknologi serta Seni
Pendidikan dan IPTEKS
mempunyai kaitan yang sangat erat, karena IPTEKS merupakan salah satu
bagian dari sisi pengajaran, jadi pendidikan sangat penting dalam
rangka pewarisan atau tranmisi IPTEKS, sementara pendidikan itu
sendiri juga menggunakan IPTEKS sebagai media pendidikan. IPTEKS yang
selalu berkembang dengan pesat harus diikuti terus oleh pendidikan,
sebab kalau tidak maka pendidikan menjadi sangat ketinggalan dengan
IPTEKS yang sudah berkembang di masyarakat. Cara-cara memperoleh dan
mengembangkan ilmu (epistemologi ) dibahas dalam pendidikan, hingga
pemanfaatan ilmu bagi umat manusia, kaitan ilmu dengan moral,
politik, dan sosial menjadi tugas pendidikan.
Analisis dan Pembahasan
Landasan Pendidikan
Pendidikan
diselenggarakan berdasarkan filsafat hidup serta berlandaskan
sosiokultural setiap masyarakat, termasuk di Indonesia. Kajian ketiga
landasan itu (filsafat, sosiologis dan kultural) akan membekali
setiap tenaga kependidikan dengan wawasan dan pengetahuan yang tepat
tentang bidang tugasnya.
Selanjutnya, ada dua
landasan lain yang selalu erat kaitannya dalam setiap upaya
pendidikan, utamanya pengajaran, yakni landasan psikologis yang akan
membekali tenaga kependidikan dengan pemahaman perkembangan peserta
didik dan cara-cara belajarnya, dan landasan IPTEK yang akan
membekali tenaga kependidikan tentang sumber bahan ajaran.
Landasan Filosofis
Merupakan landasan yang
berkaitan dengan makna atau hakikat pendidikan, yang berusaha
menelaah masalah-masalah pokok seperti; Apakah pendidikan itu,
mengapa pendidikan itu diperlukan, apa yang seharusnya menjadi
tujuannya, dsb. Landasan filosofis adalah landasan yang berdasarkan
atau bersifat filsafat (falsafat, falsafah). Ada 4 mahzab filsafat
pendidikan yang besar pengaruhnya dalam pemikiran dan penyelenggaraan
pendidikan. Keempat mahzab filsafat pendidikan (Redja Mudyahardjo,
et.al., 1992 : 144 – 150; Wayan Ardhana, 1986 : 14-18) adalah:
a. Esensialisme
Merupakan mahzab filsafat
pendidikan yang menerapkan prinsip idealisme dan realisme secara
eklektis. Mahzab esensialisme mulai lebih dominan di Eropa sejak
adanya semacam pertentangan diantara para pendidik sehingga mulai
timbul pemisahan antara pelajaran–pelajaran teoritik (Liberal Arts)
yang memerdekakan akal dengan pelajaran-pelajaran praktek (Practical
Arts). Menurut mahzab ini, yang termasuk “The Liberal Arts”,
yaitu:
1)Penguasaan bahasa
termasuk retorika.
2)Gramatika.
3)Kesusasteraan.
4)Filsafat.
5)Ilmu Kealaman.
6)Matematika.
7)Sejarah.
Seni Keindahan (Fine
Arts).
Aliran atau mahzab
tersebut dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah formal adalah
adanya penetapan berbagai mata pelajaran yang disajikan atau
dituangkan dalam kurikulum sekolah. Namaun demikian hal tersebut
tidak berarti memisahkan antar mata pelajaran tetapi semuanya
merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Pembagian dalam
berbagai mata pelajaran tersebut dapat memudahkan dan membantu siswa
untuk mempelajari dan memahami tahap demi tahap, yang pada akhirnya
menyeluruh (holistik). Karena semua mata pelajaran tersebut
diperlukan oleh manusia dalam menjalani kehidupannya sebagai makhluk
sosial.
b. Perenialisme
Ada persamaan antara
perenialisme dan esensialisme, yakni keduanya membela kurikulum
tradisional yang berpusat pada mata pelajaran yang pokok-pokok
(subject centered). Perbedaannya ialah pernialisme menekankan
keabadian teori kehikmatan, yaitu:
1)Pengetahuan yang benar
(truth).
2)Keindahan (beauty).
3)Kecintaan kepada
kebaikan (goodness).
Juga sebaliknya kurikulum
bersifat wajib dan berlaku umum, yang harus mencakup:
1)Bahasa.
2)Matematika.
3)Logika.
4)Ilmu Pengetahuan Alam.
5)Sejarah.
Dalam mahzab atau aliran
ini menggambarkan pendidikan menekankan pentingnya penanaman nilai
kebenaran, keindahan, kebaikan. Hal ini juga sesuai dengan relaitas
kehidupan manusia yang di dalam dirinya selalu condong kepada
kebaikan dan kebenaran yang bisa diterima oleh masyarakat umum. Jika
hal tersebut tidak tampak dalam penyelenggaraan pendidikan maka akan
tidak bisa diterima dan menimbulkan pro dan kontra.
c. Pragmatisme dan
Progresivisme
Pragmatisme merupakan
aliran filsafat yang mengemukakan bahwa segala sesuatu harus dinilai
dari segi nilai kegunaan praktis.
Penerapan konsep
pragmatisme secara eksperimental melalui 5 tahap, yaitu:
1)Situasi tak tentu.
2)Diagnosis.
3)Hipotesis.
4)Pengujian Hipotesis.
5)Evaluasi.
Progresivisme (gerakan
pendidikan progresif) mengembangkan teori pendidikan yang mendasarkan
diri pada beberapa prinsip, antara lain :
Anak harus bebas untuk
dapat berkembang secara wajar.
Pengalaman langsung
merupakan cara terbaik untuk merangsang minat belajar.
Guru harus menjadi
seorang peneliti dan pembimbing kegiatan belajar.
Sekolah progresif harus
merupakan suatu laboratorium untuk melakukan reformasi pedagosis dan
eksperimentasi.
Aliran ini pada
hakekatnya mengajarkan kepada pendidik dan penyelenggara pendidikan
untuk mendidik bagaimana berpikir kritis, sistematis, ilmiah dan
mampu menguji kebenaran dalam ilmu pengetahuan dengan metode ilmiah.
Karena kebenaran yang ada itu bisa bersifat relatif bahkan bisa
menjadi salah jika ditemukan teori yang baru.
Pancasila sebagai
Landasan Filosofis Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)
Pasal 2 UU-RI No. 2 Tahun
1989 menetapkan bahwa Pendidikan Nasional bedasarkan Pancasila dan
UUD 45. Sedangkan Ketetapan MPR RI No. 11/MPR/1987 tetang Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) menegaskan bahwa Pancasila
itu adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, kepribadian bangsa
Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia dan dasar negar Republik
Indonesia.
P4 atau Ekaprasetya
Pancakarsa sebagai petunjuk operasional pengamalan Pancasiladalam
kehidupan sehari-hari, termasuk dalam bidang pendidikan . Perlu
ditegaskan bahw Pengamalan Pancasila itu haruslah dalam arti
keseluruhan dan keutuhan kelima sila dalam Pancasila itu, sebagai
yang dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945 , yakni Ketuhanan Yang Maha
Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia,
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dan kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Dalam Buku I Bahan Penataran P4 dikemukakan bahwa
Ketetapan MPR RI No. 11/MPR/1989 tersebut diatas memberi
petunjuk-petunjuk nyata dan jelas wujud pengamalan kelima sila dari
Pancasila.
Landasan Sosioligis
a. Pengertian tentan
Landasan Sosiologis
Sosiologi pendidian
merupakan analisis ilmiah tentang proses sosial dan pola-pola
interaksi sosial di dalam sistem pendidikan. Ruang lingkup yang
dipelajari oleh sosiologi pendidikan meliputi 4 bidang, yaitu:
1)Hubungan sistem
pendidikan dengan aspek masyarakat lain.
2)Hubungan kemanusiaan di
sekolah.
3)Pengaruh sekolah pada
perilaku anggotanya.
4)Sekolah dalam
komunitas.
Kajian sosiologi tentang
pendidikan pada prinsipnya mencakup semua jalur pendidikan, baik
pendidikan sekolah maupun pendidikan diluar sekolah. Masyarakat
Indonesia setelah kemerdekaan, utamanya pada zaman pemerintahan Orde
Baru, telah mengalami banyak perubahan. Sebagai masyarakat majemuk,
maka komunitas dengan ciri-ciri unik baik secara horizontal maupun
vertikal masih dapat ditemukan, demikian pula halnya dengan
sifat-sifat dasar dari zaman penjajahan belum terhapus seluruhnya.
Namun dengan niat politik
yang kuat menjadi suatu masyarakat Indonesia serta dengan kemajuan
dalam berbagai bidang pembagunan, utamanya dalam bidang pendidikan
politik, maka sisi ketunggalan dari “Bhineka Tunggal Ika” makin
mencuat. Berbagai upaya yang dilakukan, baik melalui kegiatan jalur
sekolah (misalnya dengan mata pelajaran pendidikan moral Pancasila,
pendidikan sejarah perjuangan bangsa, dll) maupun jalur pendidikan
luar sekolah (penataran P4, pemasyarakatan P4 non penataran, dll)
telah mulai menumbuhkan benih-benih persatuan dan kesatuan yang
semakin kokoh. Berbagai upaya tersebut dilaksanakan dengan tidak
mengabaikan kenyataan tentang kemajemukan masyrakat Indonesia.
Landasan Kultural
Kebudayaan dan pendidikan
mempunyai hubungan timbal balik, sebab kebudayaan dapat dilestarikan
/ dikembangkan dengan jalan mewariskan kebudayaan dari generasi ke
generasi penerus dengan jalan pendidikan, baik secara informal maupun
secara formal. Sebaliknya bentuk ciri-ciri dan pelaksanaan pendidikan
itu ikut ditentukan oleh kebudayaan masyarakat dimana proses
pendidikan itu berlangsung.
a. Pengertian tentang
Landasan Kultural
Pendidikan tidak hanya
berfungsi untuk menstranmisi kebudayaan kepada generasi penerus,
tetapi pendidikan juga berfungsi untuk menstranformasikan kebudayaan
agar sesuai dengan perkembangan dan tujuan zaman. Dengan kata lain,
sekolah secara seimbang melaksanakan fungsi ganda pendidikan , yakni
sebagai proses sosialisasi dan sebagai agen pembaruan. Dalam bidang
pendidikan, kedua fungsi tersebut kadang-kadang dipertentangkan,
antara penganut pendidikan sebagai pelestarian (teashing a conserving
activity).
b. Kebudayaan Nasional
sebagai Landasan Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)
Sistem pendidikan
nasional adalah pendidkan yang berakar pada kebudayaan bangsa
Indonesia (UU RI No. 2/1978) pasal 1 ayat 2. Karena masyarakat
Indonesia sebagai pendukung kebudayaan itu adalah masyarakat yang
majemuk, maka kebudayaan bangsa Indonesia tersebut lebih tepat
disebut sebagai Kebudayaan Nusantara yang beragam. Puncak-puncak
kebudayaan Nusantara itu dan yang diterima sacara nasional disebut
kebudayaan nasional. Oleh karena itu, kebudayaan nasional haruslah
dipandang dalam latar perkembangan yang dinamis seiring dengan
semakin kukuhnya persatuan dan kesatuan bangsa indonesia sesuai
dengan asas bhineka tunggal ika.
Landasan Psikologis
Pendidikan selalu
melibatkan aspek kejiwaanmanusia, sehingga landasan psikologis
merupakan salah satu landasan yang penting dalam pendidikan. Pada
umumnya landasan psikologis dri pendidikan tersebut terutama tertuju
pada pemahaman manusia, khususnya tentang proses perkembangan dan
proses belajar.
a. Pengertian tentang
Landasan Psikologis
Hasil kajian dan penemuan
psikologis sangat diperlukan penerapannya dalam bidang pendidikan,
misalnya pengetahuan tentang setiap aspek, dan konsep tentang
cara-cara paling cepat untuk mengembangkannya. Untuk maksud itu
psikologi menyediakan sejumlah informasi tenang kehidupan pribadi
manusia pada umumnya serta gejala-gejala yang berkaitan dengan aspek
pribadi.
b. Perkembangan Peserta
Didik sebagai Landasan Psikologis
Peserta didik selalu
berada dalam proses perubahan, baik karena pertumbuhan maupunkarena
perkembangan. Pertumbuhan terutama karena pngaruh faktor internal
sebagai akibat kematangan dan proses pendewasaan, sedangkan
perkembangan terutama karena pengaruh lingkungan.
Landasan Ilmiah dan
Teknologis
Pendidikan serta ilmu
pengetahuan dan teknologi (iptek) mempunyai kaitan yang sangat erat.
Pendidikan berperan sangat pentingdalam pewarisan dan pengembangan
iptek. Setiap perkembangan iptek harus segera diakomodasi oleh
pendidikan yakni dengan segera memasukkan hasil pengembangan iptek
itu ke dalam isi bahan ajaran. Sebaliknya, pendidikan sangat
dipengaruhi oleh sejumlah cabang-cabang iptek, utamanya ilmu-ilmu
perilaku (psikologi, sosiologi, antropologi).
a. Pengertian tentang
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Pengetahuan (Knowledge)
adalah segala sesuatu yang diperoleh melalui berbagai cara
penginderaan terhadap fakta, penalaran (rasio), intuisi dan wahyu.
Pengetahuan yang memenuhi kriteria dari segi ontologis, epistomologis
dan aksiologis secara konsekuen dan penuh disiplin biasa disebut ilmu
atau ilmu pengetahuan (science); kata sifatnya ilmiah atau keilmuan,
sedangkan ahlinya disebut ilmuwan. Dengan demikian, pengetahuan
meliputi berbagai cabang ilmu (ilmu sosial/social sciences dan
ilmu-ilmu alam/natural sciences), humaniora (seni, fisafat , bahasa,
dsb). Oleh karena itu, istilah ilmu atau ilmu pengetahuan itu dapat
bermakna kumpulan informasi, cara memperoleh informasi serta manfaat
daari informasi itu.
b. Perkembangan Iptek
sebagai landasan Ilmiah
Pengembangan dan
pemanfaatan iptek pada umumnya ditempuh rangkaian kegiatan :
Penelitian dasar, penelitian terapan, pengembangan teknologi dan
penerapan teknologi, serta biasanya diikuti pula dengan evaluasi
ethis-politis-religius.
Kemampuan maupun sikap
ilmiah sedini mungkin harus dikembangkan dalam diri peserta didik.
Pembentukan keterampilan dansikap ilmiah sedini mungkin tersebut
secara serentak akan meletakkan dasar terbentuknya masyarakat yang
sadar akan iptek dan calon-calon pakar iptek kelak kemudian hari.
Penutup
a. Simpulan
Berdasarkan uraian di
muka maka dapat ditarik beberapa ciri umum pendidikan sebagai berikut
:
1)Pendidikan merupakan
proses interaksi manusiawi yang ditandai oleh keseimbangan anatara
kedaulatan subyek didik dengan kewibawaan pendidik.
2)Pendidikan merupakan
usaha penyiapan subyek didik menghadapi lingkungan hidup yang
engalami perubahan semakin pesat.
3)Pendidikan mengandung
tujuan tertentu, yaitu meingkatkan kualitas kehidupan pribadi
masyarakat.
4)Pendidikan berlangsung
seumur hidup
5)Untuk mencapai tujuan
tersebut, pendidikan melakukan usaha yang sengaja dan terencana
dengan memilih materi, strategi kegiatan dan teknik penilaian yang
sesuai.
6)Pendidikan merupakan
kiat dalam menerapkan prinsip-prinsip ilmupengetahuan dan teknologi
bagi pembentukan manusia seutuhnya. Kegiatan tersebut dapat dilakukan
baik di sekolah maupun di luar sekolah yaitu dikeluarga dan
masyarakat.
Diposkan oleh green heroes di 18:58
0
komentar
Label: ilmu
pendidikan
Arti Pendidikan
Secara etimologis atau
bahasa, kata ‘pendidikan’berasal dari kata dasar’ didik’ yang
mendapat imbuhan awalan dan akiran pe-an. Berubah menjadi kata kerja
‘mendidik’ yang bertati membantu anak untuk mengusai aneka
pengetahuan , ketarmpilan, sikap,dan nilai yang di warisi dari
keluarga dan masyarakat. Istilah ini pertama kali muncul dari bahasa
yunani ‘paedagogiek’yang berarti ilmu menuntun anak,dan
‘peadagogia’ adalah pergaulan dengan anak-anak, sedangkan orang
yang menuntun /mendidik adalah ‘pedagog’.
Aliran-Aliran Pendidikan
Aliran-aliran pendidikan
telah dimaulai sejak awal hidup manusia, karena setiap kelompok
manusia selalu dihadapkan dengan generasi muda keturunannya yang
memerlukan pendidikan yang lebih baik dari orang tuanya. Di dalm
kepustakaan tentang aliran-aliran pendidikan, pemikiran-pemikiran
tentang pendidikan telah dimulai dari zaman Yunani kuno sampai kini.
Oleh karena itu bahasan tersebut hanya dibatasi pada beberapa rumpun
aliran klasik, pengaruhnya sampai saat ini dan dua tonggak penting
pendidikan di Indonesia.
A. ALIRAN KLASIK DAN
GERAKAN BARU DALAM PENDIDIKAN
Aliran-aliran klasik yang
dimaksud adalah aliran empirisme, nativisme, naturalisme, dan
konvergensi. Sampai saat ini aliran aliran tersebut masih sering
digunakan walaupun dengan pengembangan-pengembangan yang disesuaikan
dengan perkembangan zaman.
1. Aliran-aliran Klasik
dalam Pendidikan dan Pengaruhnya Terhadap Pemikiran Pendidikan di
Indonesia.
a. Aliran Empirisme
Aliran empirisme bertolak
dari Lockean Tradition yang mementingkan stimulsi eksternal dalam
perkembangan manusia, dan menyatakan bahwa perkembangan manusia, dan
menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung kepada lingkungan,
sedangkan pembawaan tidak dipentingkan. Pengalaman yang diproleh anak
dalam kehidupan sehari-hari didapat dari dunia sekitarnya yang berupa
stimulan-stimulan. Stimulasi ini berasal dari alm bebaqs ataupun
diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk pendidikan. Tokoh
perintisnya adalah John Locke.
b. Aliran Nativisme
Aliran Nativisme bertolak
dari Leinitzian Tradition yang menekankan kemampuan dalam diri anak,
sehingga faktor lingkungan termasuk faktor pendidikan, kurang
berpengaruh terhadap perkembangan anak. Hasil prkembangan tersebut
ditentukan oleh pembawaan yang sudah diperoleh sejak kelahiran.
Lingkungan kurang berpengaruh terhadap dan pendidikan anak.
c. Aliran Naturalisme
Aliran ini dipelopori
oleh J.J Rosseau. Rosseau berpendapat bahwa semua anak baru
dilahirkan mempunyai pembawaan BAIK. Pembawaan baik akan menjadi
rusak karena dipengaruhi lingkungan. Pendidikan yang diberikan orang
dewasa malah dapat merusak pembawaan baik anak itu.
d. Aliran Konvergensi
Aliran Konvergensi
dipelopori oleh Wlliam Stern, ia berpedapat bahwa seorang anak
dilahirkan di dumia sudah disertai pembawaan baik maupun pembawaan
buruk. Proses perkembangan anak, baik faktor pembawaan maupun faktor
lingkungan sama sama mempunyai peranan sangat penting. Bakat yang
dibawa pada waktu lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa
adanya dukungan lingkungan sesuai untuk perkembangan anak itu.
e. Pengaruh Aliran
Klasik terhadap Pemikiran dan Praktek Pendidikan di Indonesia
Di indonesia telah di
terapkan berbagai aliran-aliran pendidikan, penerimaan tersebut
dilakukan dengan pendekatan efektif fungsional yakni diterima sesuai
kebutuhan, namun ditempatkan dalam latar pandangan yang konvergensi.
UNSUR-UNSUR PENDIDIKAN
inilah UNSUR-UNSUR
PENDIDIKAN yang perlu diperhatikan:
Proses pendidikan
melibatkan banyak hal yaitu:
1. Subjek yang dibimbing
(peserta didik).
2. Orang yang membimbing
(pendidik)
3. Interaksi antara
peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif)
4. Ke arah mana bimbingan
ditujukan (tujuan pendidikan)
5. Pengaruh yang
diberikan dalam bimbingan (materi pendidikan)
6. Cara yang digunakan
dalam bimbingan (alat dan metode)
7. Tempat dimana
peristiwa bimbingan berlangsung (lingkungan pendidikan)
Mau yang jelasnya g’?
1. Peserta Didik
Peserta didik berstatus
sebagai subjek didik. Pandangan modern cenderung menyebutkan demikian
oleh karena peserta didik adalah subjek atau pribadi yang otonom,
yang ingin diakui keberadaannya.
Ciri khas peserta didik
yang perlu dipahami oleh pendidik ialah:
a. Individu yang memiliki
potensi fisik dan psikis yang khas, sehingga merupakan insan yang
unik.
b. Individu yang sedang
berkembang.
c. Individu yang
membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan manusiawi.
d. Individu yang memiliki
kemampuan untuk mandiri.
2. Orang yang membimbing
(pendidik)
Yang dimaksud pendidik
adalah orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan
dengan sasaran peserta didik. Peserta didik mengalami pendidikannya
dalam tiga lingkungan yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah,
dan lingkungan masyarakat. Sebab itu yang bertanggung jawab terhadap
pendidikan ialah orang tua, guru, pemimpin program pembelajaran,
latihan, dan masyarakat.
3. Interaksi antara
peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif)
Interaksi edukatif pada
dasarnya adalah komunikasi timbal balik antara peserta didik dengan
pendidik yang terarah kepada tujuan pendidikan. Pencapaian tujuan
pendidikan secara optimal ditempuh melalui proses berkomunikasi
intensif dengan manipulasi isi, metode, serta alat-alat pendidikan.
4. Ke arah mana bimbingan
ditujukan (tujuan pendidikan)
a. Alat dan Metode
Alat dan metode diartikan
sebagai segala sesuatu yang dilakukan ataupun diadakan dengan sengaja
untuk mencapai tujuan pendidikan. Secara khusus alat melihat jenisnya
sedangkan metode melihat efisiensi dan efektifitasnya. Alat
pendidikan dibedakan atas alat yang preventif dan yang kuratif.
b. Tempat Peristiwa
Bimbingan Berlangsung (lingkungan pendidikan)
Lingkungan pendidikan
biasanya disebut tri pusat pendidikan yaitu keluarga, sekolah dan
masyarakat.
Wujud sifat Manusia
a). Kemampuan Menyadari diri
· Dengan kemampuan menyadari diri :
Ø manusia dapat membedakan dirinya
dengan manusia lain (ia, mereka) dan dnegan lingkungan non manusia
(fisik).
Ø Manusia dapat membuat jarak dengan
manusia lain dan lingkungannya. Manusia memiliki arah pandangan
kedalam dan keluar.
· Pandangan arah kedalam, akan memberi
status lingkungan sebagai subyek berhadapan dengan aku sebagai obyek.
(Penting untuk pengembangan sosial)
· Pandangan arah keluar, memandang
lingkungan sebagai obyek, aku sebagai obyek yang memanipulasikan
lingkungan untuk aku, berpuncak pada egoisme. (Penting untuk
pengembangan individualitet).
· Dalam pendidikan kedua arah tersebut
harus dikembangkan secra seimbang.
3. Kemampuan Bereksistensi
· Kemampuan bereksistensi dimaksudkan
manusia tidak hanya “ber-ada” (seperti hewan dan tumbuhan) tetapi
juga “meng-ada” , dimana manusia tidak hanya bagian lingkungan
seperti hewan dan tumbuhan tetapi manusia menjadi manajer lingkungan
(mengolah, mengendalikan).
· Kemampuan bereksistensi harus
dikembangakan sejak dini, kreatifitas, keberanian, dan lain-lain.
4. Kata Hati (Consuence of Man)
· Kata hati juga disebut dengan
istilah : hati nuranu, lubuk hati, suara hati, pelita hati dan lain
sebagainya. Yang berarti kemampuan pada diri manusia untuk mengetahui
baik buruknya perbuatan manusia termasuk pula kemampuan pengambilan
keputusan atas dasar pertimbangan benar/salah, analisis yang didukung
kecerdasan akal budi. Mereka yang memiliki kemampuan seperti tersebut
diatas disebut tajam kata hatinya.
· Pendidikan untuk mengubah kata hati
tumpul. Menjadi tajam ditempuh dengan melatih kecerdasan dan kepekaan
emosi.
5. Kecerdasan Moral
· Moral (etika), sinkron dengan kata
hati yang tajam, yang benar-benar baik yang disebut juga dengan moral
yang tinggi (luhur).
· Moral bertalian erat dengan
keputusan kata hati, dan nilai-nilai kemanusiaan.
6. Tanggung Jawab
· Kesediaan untuk menanggung segenap
akibat dari perbuatan yang berwujud tanggung jawab, kepada diri
sendiri, masyarakat dan Tuhan.
· Keberanian untuk menentukan bahwa
sesuatu perbuatan dilakukan sesuai dengan tuntutan kodrat manusia,
sehingga sanksi adapun yang di tuntutkan di terima dengan kerelaan
dan kesadaran.
7. Rasa Kebebasan
· Rasa bebas, bukan dimaksud perbuatan
bebas membabi buta, bebas dalam arti, berbuat sepanjang tidak
bertentangan dengan tuntutan kodrat manusia merdeka tidak sama dengan
berbuat tanpa ikatan, kemerdekaan yang sesungguhnya justru
berlangsung dalam keterikatan karenanya, kemerdekaan erat kaitannya
dengan kata hati dan moral orang merasa merdeka apabila perbuatannya
sesuai dengan kata hatinya.
· Implikasinya dalam pendidikan,
mengusahakan agar anak menginternalisasikan nilai-nilai aturan
kedalam dirinya dan dirasakan sebagai miliknya.
8. Kewajiban dan Hak
· Kewajiban dan hak, merupakan
indicator bahwa manusia sebagai mahluk sosial.
· Dalam kehidupan hak dimaknai sebagai
sesuatu yang menyenangkan, sedangkan kewajiban dimaknai sebagai
beban. Tapi menurut (Drijar Kara, 1978) kewajiban bukan beban, tetapi
keniscayaan sebagai manusia, mengenal berarti mengingkari
kemanusiaan, sebaliknya melaksanakan kewajiban berarti kebaikan.
· Pemenuhan akan hak dan pelaksanaan
kewajiban berkaitan erat dengan keadilan, dapat dikatakan kedilan
terwujud bila hak sejalan dengan kewajiban.
· Kemampuan menghayati kewajiban
sebagai keniscayaan tidak lahir dengan sendirinya, tetapi melalui
suatu proses pendidikan (disiplin).
9. Kemampuan Menghayati Kebahagiaan
· Kebahagiaan istilah yang sulit
dijabatkan dengan kata-kata, tetapi tidak sulit dirasakan setiap
orang pasti pernah mengalami rasa bahagia (senang, gembira dan lain
sebagainya).
· Kebahagiaan milik manusia :
kebahagiaan dapat dicapai apabila manusia dapat meningkatkan kualitas
hubungannya sebagai mahluk dengan dirinya sendiri (memahami kelebihan
dan kekurangannya); dengan alam (untuk eksploitasi dan dilestarikan);
dan terhadap Tuhan Maha Pencipta.
· Pendidikan mempunyai peranan yang
penting sebagai wahana untuk mengantar anak mencapai kebahagiaan.
PEMBENTUKAN MANUSIA SEUTUHNYA ATAU MANUSIA PANCASILA
Di Indonesia dikenal
pengertian manusia seutuhnya. Menurut Pedoman dan Penghayatan
Pancasila, setiap manusia memounyai keinginan untuk mempertahankan
hidup, dan menjaga kehidupan yang lebih baik. Ini merupakan naluri
yang paling kuat dalam diri manusia. Pancasila sebagai falsafah hidup
bangsa dan Negara memberikan pedoman bahwa kebahagiaan hidup manusia
itu akan tercpai apabila kehidupan manusia itu diselaraskan dan
keseimbangan, baik hidup manusia sebagai pribadi, dalam hubungan
manusia dengan masyarakat, dalam hubungan manusia dengan alam, dalam
hubungan manusia dengan bangsa, dan dalam hubungan manusia dengan
Tuhannya, maupun dalam mengejar kemajuan lahiriah dan kebahagiaan
rokhaniah.
Pancasila menempatkan
manusia dakam keseluruhan harkat dan martabatnya mahluk Tuhan Yang
Maha Esa. Manusialah yang menjadi titik tolak dari usaha kita untuk
memahami manusia itu sendiri, manusia dan masyarakatnya, dan manusia
dengan segenap lingkungan hidupnya. Adapun manusia yang kita pahami
bukanlah manusia yang luar biasa, melainkan manusia yang disamping
memiliki kekuatan juga manusia yang dilekati dengan
kelemahan-kelemahan, manusia yang disamping memiliki
kemampuan-kemampuan juga mempunyai keterbatasan-keterbatasan, manusia
yang disamping mempunyai sifat-sifat yang baik memounyai sifat-sifat
yang kurang baik. Manusia yang hendak kita pahami bukanlah manusia
yang kita tempatkan di luar batas kemampuan dan kelayakan manusia
tadi.
Manusia sebagai mahluk
Tuhan adalah mahluk pribadi, sekaligus mahluk social. Sifat kodrati
manusia sebagai individu dan sekaligus sebagai mahluk social
merupakan kesatuan bulat. Perlu dikembangkan secara seimbang, selaras
dan serasi. Perlu disadari bahwa manusia hanya mempunyai arti dalam
kaitannya dengan manusia lain dalam masyarakat. Manusia hanya
mempunyai arti dan dapat hidup secara layak diantara manusia lainnya.
Tanpa ada manusia lainnya atau tanpa hidup bermasyarakat , seseorang
tidak dapat menyeenggararakan hidupnya dengan baik. Dalam
mempertahankan hidup dan usaha mengejar kehidupan yang lebih baik,
mustahil hal itu dikerjakan sendiri oleh seseoarang, tanpa bantuan
dan kerjasama dengan orang lain dalam masyarakat.
Kekuatan manuasia pada
ddasarnya tiodak terletak pada kemampuan fisiknya atau kemampuan
jiwanya semata-mata, melainkan terletak pada kemampuannya untuk
bekerjasama dengan manusia lainnya. Dengan manusia lainnya dalam
masyarakat itulah manusia menciptakan kebudayaan, yang pada akhirnya
membedakan manusia dari segenap mahluk hidup yang lain, dan
mengantarkan umat manusia ke tingkat mutu, martabat dan harkatnya
sebagaimana manusia yang hidup pada zaman sekarang dan zaman yang
akan datang.
Kesadaran akan hal-hal
yang tersebut di atas selanjutnya menumbuhkan kesadaran, bahwa setiap
manusia terpanggil hatinya untuk melakukan apa yang baik untuk orang
lain dan masyarakat. Semuanya itu melahirkan sifat dasar, bahwa untuk
mewujudkan keselarasan, keserasian, dan keseimbanagn dalam hubungan
social antar manusia pribadi dengan masyarakat, manusia perlu
mengendalikan diri. Dalam masyarakat Indonesia yang sangat
beranekaragam coraknya, kemauan dan kemampuan mengendalikan diri pada
kepentingan adalah suatu sikap yang mempunyai arti sangat penting dan
merupakan sesuatu yang sangat diharapkan, yang pada gilirannya akan
menumbuhkan keseimbangan dan stabilitas masyarakat. (dalam kaitan ini
hendaknya dibaca 36 butir wujud Penghayatan dan Pengamalan Pancasila,
sebagaimana ditunjukkan oleh Ketetapan MPR No II/MPR/1978).
Pedoman Penghayatan dan
Pengamalan Pancasila menegaskan pandangan social yang berdiri di atas
paham keseimbangan tidaklah mengingkari, bahwa masyarakat itu
senantiasa bergerak, berubah, berkembang dan dinamis. Namun demikian,
kita beranggapan, bahwa yang wajar, yang dicari oleh manusia bukanlah
perubahan atau dinamika itu sendiri, melainkan keseimbangan segala
sesuatu dalam masyarakat untuk mencapai tujuan kebahagiaan. Masalah
perubahan social itu merupakan tantangan bagi kita semua, kita
pelajari secara teliti dan kita perhatikan sebagai factor yang
mempengaruhi terutama dalam zaman dimana ilmu dan teknologi telah
berkembang sedemikian pesatnya . bagi bangsa Indonesia, tujuan
pengembangan masyarakat adalah manusia seutuhnya dan pembangunan
seluruh rakyat Indonesia.dari sejarah umat manusia secara keseluruhan
diketahui bahwa kebudayaan manusia itu tidak sekaligus jadi, seperti
keadaannya sekarang, melainkan melalui proses evolusiyang memakan
waktu ribuan tahun. Demikian pula halnya perkembangan manusia secara
perseoranganpun melalui tahap-tahap yang memakan waktu belasan atau
bahkan puluhan tahun sebelum orang itu menjadi dewasa. Upaya
pendidikan memperhatikan tahap-tahap perkembangan seseorang dalam
rangka memberikan pelayanan yang tepat bagi setiap orang yang sedang
menjalani pendidikannya. Demikianlah, berbagai kekhususan masa-masa
perkembanagn tertentu selanjutnya menjadi bahan pertimbangan bagi
usaha-usaha pendidikan dari berbagai jenjang dan jenis pendidikan.
Keberadaan manusia seperti disinggung di atas, membawa dampak yang
besar bagi usaha-usaha pendidikan. Dalam kaitan ini, usaha pendidikan
pada dasarnya diarahkan terhadap pengembangan kososialan, dimensi
kesusilaan dan dimensi keberagaman berbeda dari mahluk-mahluk lain,
manusia sebagai mahluk yang berderajat lebih tinggi, diperlengkapi
dengan berbagai potensi dan susunan tubuh yang memungkinkan ia
berkembang menjadi manusia seutuhnya berkembang dalam berbagai
dimensi secara mantap.
Perkembangan dimensi
keindividuan memungkinkan seseorang memperkem-bangkan segenap potensi
yang ada pada dirinya secara optimal mengarah pada aspek-aspek
kehidupan yang positif. Minat, bakat, kemampuan dan berbagai fungsi
psikis dan biologis berkembang dalam rangka dimensi keindividualan
ini. Perkembangan dimensi keindividuan memungkinkan seseorang menjadi
individu yang mampu tegak berdiri dengan kepribadiannya sendiri.
Perkembangan dimensi kesosialan memungkinkan orang tersebut mampu
berinteraksi , berkomunikasi, bergaul dan hidup bersama orang lain.
Selain mahluk pribadi manusia adalah mahluk
Dari sejarah umat manusia
secara keseluruhan diketahui bahwa kebudayaan manusia itu tidak
sekaligus jadi, seperti keadaan sekarang, melainkan ,melalui proses
evolusi yang memakan waktu ribuan tahun. Demikian pulalah halnya,
perkembangan manusia secara perorangan pun melalui tahap-tahap yang
memakan waktu belasan atau bahkan puluhan tahun sebelum seseorang
menjadi dewasa. Upaya pendidikan memperhatikan tahap-tahap
perkembangan seseorang dalam rangka memberikan pelayanan yang tepat
bagi setiap orang yang sedang menjalani pendidikannya. Demikianlah,
berbagai kekhususan masa-masa perkembangan tertentu selanjutnya
menjadi bahan pertimbangan bagi usaha-usaha pendidikan diberbagai
jenjang dan jenis pendidikan.
Keberadaan manusia
seperti disinggung diatas, membawa dampak yang mendasar bagi
usaha-usaha pendidikan. Dalam kaitan ini, usaha pendidikan pada
dasarnyadiarahkan terhadap pengembangan empat dimensi kemanusiaan,
yaitu dimensi keindividualan, dimensi kesosialan, dimensi kesusilaan
dan dimensi keberagamaan. Berbeda dari makhluk-makhluk lain, manusia
sebagai makhluk yang berderajat lebih tinggi, diperlengkapi dengan
brbagai potensi dan susunan tubuh yang memungkinkan ia berkembang
menjadi makhluk yang sesuaidg ketinggian derajatnya itu. potensi dan
susunan tubuh ini memungkinkan manusia berkembang menjadi manusia
seutuhnya berkembang dalam berbagai dimensi secara mantap.
Perkembangan dimensi
keindividualan memungkinkan seseorang memperkem-bangkan segenap
potensi yang ada pada dirinya secara optimal mengarah pasa
aspek-aspek kehidupan yang positif. Minat, bakat, kemampuan dan
berbagai fungsi psikis dan biologis berkembang dalam rangka dimensi
keindividualan ini. Perkembangan dimensi ini membawa seseorang
menjadi individu yang mampu tegak berdiri dengan kepribadiannya
sendiri. Perkembangan dimensi keindividualan diimbangi dengan
perkembangan dimensi kesosialan pada diri orang yang bersangkutan.
Perkembangan dimensi kesosialan memungkinkan orang tersebut mampu
berinteraksi, berkomunikasi, bergaul, dan hidup berasama orang lain.
Selain makhluk hidup pribadi manusia adalah makhluk sosial. Aspek
pribadi dan sosial itu saling berinteraksi dan dalam interaksi itulah
keduanya saling bertumbuh, saling mengisi dan saling menentukan makna
yang sesungguhnya. Pertemuan dimensi keindividualan, dan dimensi
kesosialan menuntut dikembangkannya dimensi yang ketiga yaitu dimensi
kesusilaan. Memang dimensi kesusilaan hanya mungkin dan perlu timbul
apabila seseorang berada berasama orang lain. Moral, estetika dan
berbagai aturan lainnya itulah yang mengatur bagaimana hubungan itu
seharusnya dilaksanakan seadanya saja, apalagi semau gue saja. Hidup
berasama orang lain perlu diselenggarakan sedemikian rupa, sehingga
semua orang yang berada di dalamnya memperoleh manfaat yang
sebesar-besarnya dari kehidupan bersama itu.
Dimensi kesusilaan yang
lain itu dapat bertemu dalam satu kesatuan yang bermakna. Dapat
dibayangkan bahwa tanpa dimensi kesusilaan bekembangnnya dimensi
keindividualan dan dimensi kesosialan akan tidak serasi, bahkan dapat
saling bertabrakan, yang satu cenderung mengalahkan yang lain.
Perkembangan ketiga
dimensi diatas memungkinkan manusia bergerak dalam bidang kehidupan
kemanusiaan. Namun perlu diingat bahwa ketiga dimensi tersebut baru
mampu membentuk bidang kehidupan yang mampu menampung isi kehidupan
secara menyeluruh dan mantap. Perlu pula diperhatikan bahwa bidang
kehidupan duniawi belaka. Dengan demikian, manusia yang hidupnya
hanya didasarkan pada perkembangan ketiga dimensi tersebut, jelas
baru menjangkau bidang kehidupan keduniawian semata-mata.
Manusia seutuhnya
pastilah bukan manusia yang semata-mata hidup dalam bidang keduniaan,
melainkan yang juga mampu menjangkau isi hidup keakhiratan. Untuk itu
perlu diperkembangkan dimensi yang keempat, yaitu dimensi
keberagamaan. Dalam dimensi ini manusia memperkembangkan diri dalam
kaitannya dengan Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Dengan berkembangnya
secara mantap dimensi yang keempat itu, akan lengkaplah perkembangan
manusia dan mungkinlah manusia itu menjadi manusia yang seutuhnya.
Dengan keempat dimensi tersebut manusia akan mampu membentuk wadah
kehidupannya secara matap dan selanjutnya mengisi kehidupan itu
secara penuh.
Maka dari keseluruhan
perkembangan itu menjadi lengkap dan utuh dalam semua sisinya, sisi
individu dan sosialnya, sisi dorongan yang harus dipenuhi dan
estetika pemenuhannya, sisi dunia dan akhiratnya, serta sisi hubungan
dengan sesama manusia dan hubungan dengan Tuhan. Dengan dimensi
keempat itu pula kehidupan manusia ditinggikan derajatnya, sesuai
dengan ketinggian derajat manusia dibandingkan dengan makhluk-makhluk
lainnya
PENGEMBANGAN DIMENSI-DIMENSI PADA MANUSIA
Hakikat dan eksistensi
manusia sebagaimana diuraikan pada butir b di atas, masing-masing
dimensinya dapat dikembangkan sehingga dapat membentuk kepribadian
manusia sebagai berikut :
Pengembangan Manusia
sebagai Mahluk Individu.
Pendidikan harus
mengembangkan anak didik mampu menolong dirinya sendiri. Pestalozzi
mengungkapkan hal ini dengan istilah/ucapan: Hilfe zur
selbathilfe,yang artinya memberi pertolongan agar anak mampu menolong
dirinya sendiri.
Untuk dapat menolong
dirinya sendiri, anak didik perlu mendapat berbagai pengalaman di
dalam pengembangan konsep, prinsip, generasi, intelek, inisiatif,
kreativitas, kehendak, emosi/perasaan, tanggungjawab, keterampilan
,dll. Dengan kata lain, anak didik harus mengalami perkembangan dalam
kawasan kognitif, afektif dan psikomotor.Sebagai mahluk individu,
manusia memerlukan pola tingkah laku yang bukan merupakan tindakan
instingtif, dan hal-hal ini hanya bisa diperoleh melalui pendidikan
dan proses belajar.
Di atas telah dikatakan
bahwa perwujudan manusia sebagai mahluk individu (pribadi) ini
memerlukan berbagai macam pengalaman. Tidaklah dapat mencapai tujuan
yang diinginkan, apabila pendidikan terutama hanya memberikan aspek
kognitif (pengetahuan) saja sebagai yang sering dikenal dan diberikan
oleh para pendidik pada umumnya selama ini. Pendidikan seperti ini
disebut bersifat intelektualistik, karena hanya berhubungan dengan
segi intelek saja. Pengembangan intelek memang diperlukan, namun
tidak boleh melupakan pengembangan aspek-aspek lainnya sebagai yang
telah disebutkan di atas.
Pengembangan manusia
sebagai mahluk sosial
Disamping sebagai mahluk
individu atau pribadi manusia juga sebagai mahluk social. Manusia
adalah mahluk yang selalu berinteraksi dengan sesamanya. Manusia
tidak dapat mencapai apa yang diinginkan secara seorang diri saja.
Kehadiran manusia lain dihadapannya, bukan saja penting untuk
mencapai tujuan hidupnya, tetapi juga merupakan sarana untuk
pengembangan kepribadiannya. Hal ini ditunjukkan oleh adanya “manusia
srigala” (wolgman), yaitu anak manusia yang berkembang menjadi
“srigala “, karena dibesarkan oleh srigala, dan sama sekali tidak
mau menerima kehadiran manusia lainnya. Ia menjadi bergaya hidup
seperti srigala. Kehidupan social antara manusia yang satu dengan
yang lainnya dimungkinkan tidak saja oleh kebutuhan pribadi seperti
telah disebutkan di atas, tetapi juga karena adanya bahasa sebagai
alat atau medium komunikasi. Melalui pendidikan dapat dikembangkan
suatu keadaan yang seimbang antara pengembangan aspek individual dan
aspek social ini. Hal ini penting untuk pendidikan di Indonesia yang
berfilasafah pancasila, yang menghendaki adanya perkembangan yang
seimbang antara aspek individual dan aspek social tersebut.
Pentingnya usaha mencari
keseimbangan antara aspek individual dan aspek social ini dikemukakan
juga oleh Thompson sebagai berikut: “The problem of finding the
golden mean between education for the individual life and education
for communal service and cooperation is one of the most important
questions for the educator”.
Pengembangan manusia
sebagai mahluk susila
Aspek yang ketiga dalam
kehidupan manusia, sesudah aspek individual dan social, adalah aspek
kehidupan susila. Hanya manusialah yang dapat menghayati norma-norma
dalam kehidupannya sehingga manusia dapat menetapkan tingkah laku
yang baik dan bersifat susila dan tingkah laku mana yang tidak baik
dan bersifat tidak susila.
Setiap masyarakat dan
bangsa mempunyai norma-norma, dan nilai-nilainya. Tidak dapat
dibayangkan bagaimana jadinya seandainya dalam kehidupan manusia
tidak terdapat norma-norma dan nilai-nilai tersebut. Sudah tentu
kehidupan manusia akan kacau balau, hukum rimba, sudah pasti akan
berlaku dan menjalar diseluruh penjuru dunia.
Melalui pendidikan kita
harus mampu menciptakan manusia susila dan harus mengusahakan
anak-anak didik kita menjadi manusia pendukung norma, kaidah dan
nilai-nilai susila dan social yang di junjung tinggi oleh
masyarakatnya. Norma, nilai dan kaidah tersebut harus menjadi milik
dan selalu di personifikasikan dalam setiap sepak terjang, dan
tingkah laku tiap pribadi manusia.
Penghayatan personifikasi
atas norma, nilai, kaidah-kaidah social ini amat penting dalam
mewujudkan ketertiban dan stabilitas kehidupan masyarakat. Sebenarnya
aspek susila kehidupan manusia sangat berhubungan erat dengan aspek
kehidupan social. Karena penghayatan atas norma, nilai dan kaidah
social serta pelaksanaannya dalam tindakan dan tingkah laku yang
nyata dilakukan oleh individu dalam hubungannya dengan atau
kehadirannya bersama orang lain. Aspek susila ini tidak saja
memerlukan pengetahuan atas norma, nila, dan kaidah-kaidah yang
terdapat dalam masyarakat, akan tetapi juga menuntut dilaksanakannya
secara konkret apa yang telah diketahuinya tersebut dalam tingkah
laku yang nyata dalam masyarakat.
Pentingnya mengetahui dan
menerapkan secara nyata norma, nilai, dan kaidah-kaidah masyarakat
dalam kehidupannya mempunyai dua alasan pokok,yaitu :
Pertama, untuk
kepentingan dirinya sendiri sebagai individu. Apabila individu tidak
dapat menyesuaikan diri dan tingkah lakunya tidak sesuai dengan
norma, nilai dan kaidah social yang terdapat dalam masyarakat maka
dimanapun ia hidup tidak dapat diterima oleh masyarakat. Dengan
terkucilnya oleh anggota masyarakat yang lain, pribadi tersebut tidak
akan merasa aman. Akibatnya dia tidak merasa betah tinggal di
masyarakat , padahal setiap individu membutuhkan rasa aman dimana pun
dia berada.akibatnya dia tidak merasa betah tinggal di masyarakat
yang tidak menerimanya itu dengan demikian selanjutnya dia tidak
dapat survive tinggal dimasyarakat tersebut sehingga ia harus mencari
masyarakat lain yang kiranya dapat menerimanya sebagai anggota dalam
masyarakat yang baru. Namun untuk itu, ia juga akan dihadapkan pada
tuntutan dan masyarakat yang sama seperti yang dia alami dalam
masyarakat terdahulu dimana dia pernah tinggal yaitu kemampuan untuk
hidup dan bertingkah laku menurut norma, nilai dan kaidah masyarakat
yang berlaku pada masyarakat yang baru, karena setiap masyarakat
masing-masing mempunyai norma, nilai dan kaidah yang harus diikuti
oleh anggotannya.
Kedua, untuk kepentingan
stabilitas kehidupan masyarakat itu sendiri. Masyarakat tidak saja
merupakan kumpulan individu, tetapi lebih dari itu, kebersamaan
individu tinggal disuatu tempat yang kita sebut masyarakat telah
menghasilkan dalam perkembangannya aturan-aturan main yang kita sebut
norma, nilai, dan kaida-kaidah social yang harus diikuti oleh
anggotanya. Norma, nilai dan kaidah-kaidah tersebut merupakan hasil
persetujuan bersama untuk dilaksanakan dalam kehidupan bersama, demi
untuk mencapai tujuan mereka bersama.
Dengan demikian,
kelangsungan kehidupan masyarakat tersebut sangat tergantung pada
dapat tidaknya dipertahankan norma, nilai dan kaidah masyarakat yang
bersangkutan. Suatu masyarakat dapat dikatakan telah berakhir
riwayatnya, apabila tata aturan yang berupa nilai, norma, dan kaidah
kehidupan masyarakatnya telah digantikan seluruhnya dengan tata
kehidupan yang lain yang diambil dari masyarakat lain, dalam hubungan
in kita semua telah menyadari bahwa betapa pentingnya kewaspadaan
terhadap infiltrasi kebudayaan asing yang akan membawa norma, nilai
dan kaidah kehidupan yang asing bagi kehidupan kita. Kewaspadaan
tersebut sangat penting bagi kehidupan kita agar kita bersama dapat
mempertahankan eksistensi masyarakat dan bangsa Indonesia yang telah
memiliki norma, nilai dan kaidah sendiri sebagai warisan yang tidak
ternilai dari nenek moyang kita.
Pengembangan manusia
sebagai mahluk religius
Eksistensi menusia
manusia yang keempat adalah keberadaanya dalam hubungannya dengan
Tuhan Yang Maha Kuasa.sebagai anggota masyarakat dan bangsa yang
memiliki filsafat Pancasila kita dituntut untuk menghayati dan
mengamalkan ajaran pancasila sebaik-baiknya. Sebagai anggota
masyarakat yang dituntut untuk menghayati dan mengamalkan ajaran
Pancasila, maka kepada masing-masing warga Negara dengan demikian
juga dituntut untuk dapat melaksanakan hubungan dengan Tuhan
sebaik-baiknya menurut keyakinan yang dianutnya masing-masing, serta
untuk melaksanakan hubungan sebaik-baiknya dengan sesama manusia.
DIMENSI-DIMENSI HAKEKAT MANUSIA.
Ada 4 macam dimensi
yang akan dibahas yaitu:
1) Dimensi
Keindividualan
? Lysen mengartikan
individu sebagai “orang-seorang”, sesuatu yang merupakan suatu
keutuhan yang tidka dapat di bagi-bagi (in clevide)
? Menurut M. J Langeveld
(seorang pakar pendidikan yang tersohor di
Negeri Belanda) Bahwa :
Setiap anak manusia, manusia dilahirkan telah dikaruniai potensi
untuk menjadi berbeda dari yang lain, atau menjadi (seperti) dirinya
sendiri. Tidak ada diri individu yang identik di muka bumi, bahkan
dua anak kembar yang berasal daru satu telur pun yang lazim di
katakana seperti pinang dibelah dua, serupa dan sulit dibedakan suatu
dari yang lain, hanya serupa tetapi tidka sama, apalagi identik .
? Dikatakan bahwa setiap
individu bersifat unik (tidak ada tara dan bandingnya)
- Secara fisik mungkin
bentuk muka sama tetapi terdapat perbedaan mengenai matanya.
- Secara kerohanian
mungkin kapasitas intelegensinya sama, tetapi kecendrungan dan
perhatiannya terhadpa sesuatu berbeda.
2) Dimensi Kesosalan
? Setiap bagi yang lahir
dikaruniai potensi sosialitas (M.J Langeveld, 1955) pernyataan
tersebut diartikan bahwa setiap anak dikarunia benih kemungkinan
untuk bergaul
? Dengan adanya dorongan
untuk bergaul, setiap orang ingin bertemu dengan sesamanya.
? Immanuel Kant seorang
filosef tersohor bangsa Jerman menyatakan bahwa Manusia hanya menjadi
manuia jika berada di antara manusia.
3) Dimensi Kesusilaan
? Susila berasal dari
akta Su dan Sila yang artinya kepantasan yang lebih tinggi. Akan
tetapi, di dalam kehidupan bermasyarakat orang tidak cukup hanya
berbuat pantas jika did alma yang antas atau sopan itu misalnya
terkandung kejahatan terselubung, karena itu maka pengertian Susila
berkembang sehingga memiliki perluasan arti menjadi “kebaikan yang
lebih”
? Dalam bahasa ilmia
sering digunakan dua macam istilah yang mempunyai konotasi berbeda
yaitu: etiket (persoalan kepantasan dan kesopanan) dan etika
(persoalan kebaikan).
? Sehubungan dengan hal
tersebut ada dua pendapat:
a. Golongan yang
menanggap bahwa kesusilaan mencakup kedua-duanya.
b. Golongan yang
memandang bahwa etiket perlu dibedakna dari etika, karena
masing-masing mengandung kondisi yang tidak selamanya selalu sejalan.
? Prijarkara mengartikan
manusia Susila sebagai manusia yang memiliki nilai-nilai menghayati
dan melaksanakan nilai-nilai tersebut dalam perbuatan.
? Nilai-nilai merupakan
sesuatu yang dijunjung tinggi oleh manusia karena mengandung makna
kebaikan, keluhuran, kemuliaan dan sebagainya, sehingga dapat
diyakini dan dijadikan pedoman dalam hidup.
? Dilihat dari asalnya
dari mana nilai-nilai itu diproduk dibedakan atas tiga macam yaitu:
1. Nilai Otonom yang
bersifat Individual (kebaikan menurut pendapat seseorang)
2. Nilai Heteronom yang
bersifat kolektif (kebaikan menurut kelompok)
3. Nilai Keagamaan yaitu
nilai yang berasal dari Tuhan
* Pemahaman dan
Pelaksanaan Nilai *
? Dalam kenyataan hidu
ada 2 hal yang muncul dari persoalan nilai yaitu: kesadaran dan
pemahaman nilai dan kesanggupan melaksanakan nilai.
? Idealnya keduanya harus
Sinkron, artinya untuk dapat melakukan apa yang semestinya harus
dilakukan, terlebih dahulu orang harus mengetahui, menyadari dan
memahami nilai-nilai.
? Implikasi pedagogisnya
ialah bahwa pendidikan kesusilaan berarti menanamkan kesadaran dan
kesediaan melakukan kewajiban di samping menerima hak dari peserta
didi.
4) Dimensi
Keberagamaan
? Pada hakikatnya manusia
adalah mahluk religius, sejak dahulu kala sebelum manusia mengenal
agama mereka telah percaya bahwa di luar alam yang dapat dijangkau
dengan perantaraan indranya, diyakini dengan adanya kekuatan
supranatural yang menguasai hidup alam semesta ini. Untuk dapat
berkomunikasi dan mendekatkan diri kepada kekuatan tersebut
diciptakan mitos-mitos.
Pendidikan Sepanjang Hayat (II)
“Menuntut ilmu adalah
kewajiban setiap muslim dan muslimat. Tuntutlah ilmu sejak buaian
sampai lubang kubur. Tiada amalan umat yang lebih utama daripada
belajar”.
Belajar sepanjang hayat
ini dikemukakan oleh Edgar Faure dari The International Council of
Educational Development (ICED) atau Komisi Internasional Pengembangan
Pendidikan. Sebagai ketua Komisi tersebut Edgar Faure mengatakan :
With its confidence in man’s capacity to perfect himself through
education, the Moslem world was among the first to recommend the idea
of lifelong education, exhorting Moslem to educate themselves from
cradle to the grave. (Faure, 1972, h.8)
Islam mewajibkan
pemeluknya untuk belajar dan mengembangkan kemampuan nalarnya secara
terus menerus bukan saja terhadap objek-objek di luar dirinya, tetapi
juga terhadap kehidupannya sendiri baik sebagai perorangan maupun
sebagai suatu komunitas.
Seperti dikemukakan oleh
Andrias Harefa (2000) bahwa pembelajaran akan mampu membuat manusia
tumbuh dan berkembang sehingga berkemampuan, menjadi dewasa dan
mandiri. Manusia mengalami transformasi diri, dari belum/tidak mampu
menjadi mampu atau dari ketergantungan menjadi mandiri. Dan,
transformasi diri ini seharusnya terus terjadi sepanjang hayat,
asalkan ia tidak berhenti belajar, asal ia tetap menyadari
keberadaannya yang bersifat present continuous, on going process,
atau on becoming. Persoalannya adalah, sebagian besar manusia tidak
mendisiplinkan dirinya untuk tetap belajar tanpa henti. Sebagian
besar manusia berhenti belajar setelah merasa dewasa. Sikap gede rasa
ini umumnya disebabkan oleh kebodohan yang bersifat sosial dan mental
/ psiko-spiritual. Sebagian orang merasa telah dewasa karena telah
berusia di atas 17 atau 21, atau telah selesai sekolah atau kuliah,
telah memiliki gelar akademis, telah memiliki pasangan hidup, telah
memiliki pekerjaan dan jabatan yang memberinya nafkah lahiriah.
Hal-hal itu telah membuat mereka berhenti belajar, sehingga tidak
lagi mengalami transformasi-transformasi dalam kehidupannya, sehingga
mereka tidak siap mengantisipasi perubahan-perubahan yang timbul.
Sebaliknya bagi mereka yang senantiasa menjadikan proses belajar
merupakan bagian dari kehidupannya mereka akan senantiasa siap
mengantisipasi perubahan yang timbul atau bahkan perubahan yang
diperoleh mereka sebagai akibat langsung dari proses belajar yang
senantiasa mereka lakukan. Konsekwensi perubahan yang terjadi akan
menjadi titik tolak bagi mereka untuk senantiasa terus belajar – on
becoming a learner istilah yang dipakai Andrias Harefa- untuk selalu
siap mengantisipasi perubahan yang akan muncul lagi sebab perubahan
merupakan sesuatu yang abadi, selamanya akan muncul on and on.
Kegiatan pembelajaran
dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok diantaranya kegiatan yang
terjadi pada jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar
sekolah.
Pada jalur pendidikan
luar sekolah, sejak kehadirannya, kegiatan pembelajaran kelompok
menjadi ciri utama. Dalam perkembangannya, kegiatan pembelajaran
dalam pendidikan luar sekolah telah memperoleh dukungan dari berbagai
teori pembelajaran dan dari pengalaman para praktisi di lapangan
sehingga muncul kegiatan pembelajaran partisipatif. Dewasa ini
pembelajaran partisipatif tidak saja digunakan dalam program-program
pendidikan luar sekolah tetapi juga di beberapa kawasan di dunia ini,
dan telah diserap serta diterapkan pada program-program pendidikan
sekolah. Dengan demikian pembelajaran partisipatif telah menjadi
bagian dari strategi pembelajaran yang dapat digunakan dan
dikembangkan di dalam proses pendidikan baik di satuan pendidikan
sekolah maupun satuan pendidikan luar sekolah.
Upaya penerapan
pembelajaran partisipatif pada pendidikan sekolah dapat dipertegas
dengan menekankan peranan pendidik untuk membantu peserta didik
melakukan kegiatan belajar secara aktif dan partisipatif.
Keterlibatan pendidik dapat meliputi dua hal penting, diantaranya,
pertama, dalam penyusunan dan pengembangan program belajar serta yang
kedua, dalam upaya menumbuhkan kondisi supaya peserta didik melakukan
kegiatan belajar partisipatif. Keterlibatan dalam penyusunan dan
pengembangan program pembelajaran, pendidik bersama peserta didik
melakukan asesmen kebutuhan belajar; identifikasi sumber-sumber dan
kemungkinan hambatan dalam pembelajaran; menyusun tujuan belajar,
menetapkan komponen dan proses pembelajaran, serta melaksanakan dan
menilai program pembelajaran. Keterlibatan pendidik dalam menumbuhkan
situasi belajar yang kondusif bagi peserta didik untuk belajar
meliputi upaya menciptakan iklim belajar yang partisipatif. Knowles
mengemukakan ada tujuh langkah pendidik yang dapat membantu peserta
didik untuk belajar partisipatif. Ketujuh langkah tersebut adalah
membantu peserta didik untuk: (1) menumbuhkan keakraban yang
mendorong untuk belajar, (2) menjadi anggota kelompok dan belajar
dalam kelompok, (3) mendiagnosis kebutuhan belajar, (4) merumuskan
tujuan belajar, (5) menyusun pengalaman belajar, 6) melaksanakan
kegiatan belajar, dan (7) melakukan penilaian terhadap proses, hasil,
dan pengaruh belajar.
Produk dari suatu proses
pembelajaran baik pendidikan sekolah maupun pendidikan luar sekolah
adalah perubahan tingkah laku peserta didik selama dan setelah
mengikuti proses pembelajaran. Perubahan perilaku tersebut mencakup
ranah (domain) afektif, kognitif, dan psiko-motorik serta konatif.
Ranah afektif adalah sikap dan aspirasi peserta didik dalam
lingkungannya melalui tahapan penerimaan stimulus, respons,
penilaian, pengorganisasian, dan karakterisasi diri dalam menghadapi
stimulus dari lingkungan. Ranah Kognitif adalah kecakapan peserta
didik yang diperoleh melalui pengetahuan, pemahaman, penggunaan,
analisis, sintesis, dan evaluasi terhadap sesuatu berdasarkan
asas-asas dan fungsi kelimuan. Asas keilmuan yang objektivitas,
observabilitas, dapat diukur, dan bernilai guna, sedangkan fungsi
keilmuan adalah menggambarkan, menjelaskan, memprediksi, dan
mengandalkan. Psiko-motorik atau skills adalah penguasaan dan
penggunaan sesuatu keterampilan melalui tahapan rangsangan, kesiapan
merespons, bimbingan dlam melakukan respons, gerakan mekanik, respons
yang lebih kompleks, adaptasi, dan melakukan sendiri. Tegasnya
perubahan tingkah laku peserta didik dalam ranah afektif, kognitif,
psiko-motorik, dan konatif merupakan produk pembelajaran.
oleh : Akhmad Sudrajat
Pendidikan Sepanjang Hayat (I)
Apa yang dimaksud dengan
Pendidikan Sepanjang Hayat ? Mungkin ada yang sudah tau,tapi ada juga
yang belum paham. Disini mencoba menjabarkan sedikt banyak tentang
Pendidikan Sepanjang Hayat.
Bahwa manusia adalah
makhluk yang tumbuh dan berkembang. Ia ingin mencapai suatu kehidupan
yang optimal. Selama manusia barusaha untuk meningkatkan
kehidupannya, baik dalam meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan,
kepribadian, maupun keterampilannya, secara sadar atau tidak sadar,
maka selama itulah pendidikan masih berjalan terus.
Pendidikan sepanjang
hayat merupakan asas pendidikan yang cocok bagi orang-orang yang
hidup dalam dunia transformasi, dan di dalam masyarakat yang saling
mempengaruhi seperti saat zaman globalisasi sekarang ini. Setiap
manusia dituntut untuk menyesuaikan dirinya secara terus menerus
dengan situasi baru.
Pendidikan sepanjang
hayat merupakan jawaban terhadap kritik-kritik yang dilontarkan pada
sekolah. Sistem sekolah secara tradisional mengalami kesukaran dalam
menyesuaikan diri dengan perubahan kehidupan yang sangat cepat dalam
abad terakhir ini, dan tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan atau
tutuntutan manusia yang makin meningkat. Pendidikan di sekolah hanya
terbatas pada tingkat pendidikan dari sejak kanak-kanak sampai
dewasa, tidak akan memenuhi persyaratan-persyaratan yang dibutuhkan
dunia yang berkembang sangat pesat. Dunia yang selalu berubah ini
membutuhkan suatu sistem yang fleksibel. Pendidikan harus tetap
bergerak dan mengenal inovasi secara terus menerus.
Menurut konsep pendidikan
sepanjang hayat, kegiatan-kegiatan pendidikan dianggap sebagai suatu
keseluruhan. Seluruh sektor pendidikan merupakan suatu sistem yang
terpadu. Konsep ini harus disesuaikan dengan kenyataan serta
kebutuhan masyarakat yang bersangkutan. Suatu masyarakat yang telah
maju akan memiliki kebutuhan yang berbeda dengan masyarakat yang
belum maju. Apabila sebahagian besar masyarakat suatu bangsa masih
yang banyak buta huruf, maka upaya pemeberantasan buta huruf di
kalangan orang dewasa mendapat prioritas dalam sistem pendidikan
sepanjang hayat. Tetapi, di negara industri yang telah maju pesat,
masalah bagaimana mengisi waktu senggang akan memperoleh perhatian
dalam sistem ini.
Pendidikan bukan hanya
berlangsung di sekolah. Pendidikan akan mulai segera setelah anak
lahir dan akan berlangsung sampai manusia meninggal dunia, sepanjang
ia mampu menerima pengaruh-pengaruh. Oleh karena itu, proses
pendidikan akan berlangsung dalam keluarga, sekolah dan masyarakat .
Keluarga merupakan
lingkungan pertama dan utama bagi proses perkembangan seorang
individu sekaligus merupakan peletak dasar kepribadian anak.
Pendidikan anak diperoleh terutama melalui interaksi antara orang tua
– anak. Dalam berinteraksi dengan anaknya, orang tua akan
menunjukkan sikap dan perlakuan tertentu sebagai perwujudan
pendidikan terhadap anaknya.
Pendidikan di sekolah
merupakan kelanjutan dalam keluarga.
Sekolah merupakan lembaga
tempat dimana terjadi proses sosialisasi yang kedua setelah keluarga,
sehingga mempengaruhi pribadi anak dan perkembangan sosialnya.
Sekolah diselenggarakan secara formal. Di sekolah anak akan belajar
apa yang ada di dalam kehidupan, dengan kata lain sekolah harus
mencerminkan kehidupan sekelilingnya. Oleh karena itu, sekolah tidak
boleh dipisahkan dari kehidupan dan kebutuhan masyarakat sesuai
dengan perkembangan budayanya. Dalam kehidupan modern seperti saat
ini, sekolah merupakan suatu keharusan, karena tuntutan-tuntutan yang
diperlukan bagi perkembangan anak sudah tidak memungkinkan akan dapat
dilayani oleh keluarga. Materi yang diberikan di sekolah berhubungan
langsung dengan pengembangan pribadi anak, berisikan nilai moral dan
agama, berhubungan langsung dengan pengembangan sains dan teknologi,
serta pengembangan kecakapan-kecakapan tertentuyang langsung dapat
dirasakan dalam pengisian tenaga kerja.
Pendidikan di masyarakat
merupakan bentuk pendidikan yang diselenggarakan di luar keluarga dan
sekolah. Bentuk pendidikan ini menekankan pada pemerolehan
pengetahuan dan keterampilan khusus serta praktis yang secara
langsung bermanfaat dalam kehidupan di masyarakat. Phillip H.Coombs
(Uyoh Sadulloh, 1994:65) mengemukakan beberapa bentuk pendidikan di
masyarakat, antara lain : (1) program persamaan bagi mereka yang
tidak pernah bersekolah atau putus sekolah; (2) program pemberantasan
buta huruf; (3) penitipan bayi dan penitipan anak pra sekolah; (4)
kelompok pemuda tani; (5) perkumpulan olah raga dan rekreasi; dan (6)
kursus-kursus keterampilan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar