Sabtu, 26 November 2011

ilmu pendidikan



Hubungan Disiplin Belajar dengan Prestasi Belajar




Disiplin adalah sikap patuh terhadap peraturan yang berlaku, sikap disiplin sangat penting dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah. Sikap tersebut dapat menciptakan suasana belajar yang nyaman dan kondusif untuk belajar, dengan bersikap disiplin siswa dapat mencapai tujuan belajar. Sikap disiplin merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar. Apabila seorang siswa memiliki sikap disiplin dalam kegiatan belajarnya, maka kepatuhan dan ketekunan belajarnya akan terus meningkat sehingga membuat prestasi belajar meningkat juga.

Jadi apabila siswa memiliki sikap disiplin yang tinggi dalam kegiatan belajar tentunya prestasi belajar yang diperoleh menjadi baik. Sebaliknya jika siswa tidak memiliki sikap disiplin dalam belajar maka kegiatan belajarnya tidak terencana dengan baik sehingga kegiatan belajarnya tidak teratur dan membuat prestasi belajar akan menurun.

Hasil penelitian Untatik Setiyo (Pendidikan Matematika) tahun 2007 menyatakan bahwa Disiplin Belajar terhadap Prestasi Belajar memberikan SR sebesar 52,33% dan SE sebesar 40,5.%. Sedangkan Nanik Murwani tahun 2007 menyatakan bahwa dari (SE) dan (SR) Disiplin Belajar terhadap Prestasi Belajar memberikan sumbangan relatif 62,92 % dan sumbangan efektif sebesar 31,92 %”.




Landasan-Landasan Pendidikan

Landasan-landasan Pendidikan adalah sebagi berikut:
a.Landasan Filosofis

Landasan filosofis merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau hakikat pendidikan, misalnya apakah pendidikan itu, mengapa pendidikan itu diperlukan, dan apa tujuan pendidikan itu. Pembahasan mengenai semua ini berkaitan dengan pandangan filosofis tertentu. Filsafat menelaah sesuatu secara radikal sampai seakar-akarnya, menyeluruh dan konseptual, yang menghasilkan konsep-konsep mengenai kehidupan dan dunia. Landasan filosofis terhadap pendidikan dikaji terutama melalui filsafat pendidikan, yang mengkaji pendidikan dari sudut filsafat. Misalnya mungkinkah pendidikan diberikan kepada manusia, apakah pendidikan bukan merupakan keharusan, mengapa? Kemungkinan pendidikan diberikan kepada manusia bahkan harus diberikan, berkaitan dengan pandangan mengenai hakikat manusia. Bahasan mengenai hakikat manusia itu, dapat dijawab melalui kajian filosofis. Pendidikan itu mungkin diberikan dan bahkan harus, karena manusia adalah makhluk individualitas, makhluk sosialitas, makhluk moralitas, makhluk personalitas, makhluk budaya, dan makhluk yang belum jadi. Essensialisme, perenialisme, pragmatisme, progresivisme, rekonstruksionalisme, dan pancasila adalah merupakan aliran-aliran filsafat yang mempengaruhi pandangan, konsep dan praktik pendidikan.
1)Essensialisme
Essensialisme merupakan aliran atau mazab pendidikan yang menerapkan filsafat idealisme dan realisme secara eklektis. Mazab ini mengutamakan gagasan-gagasan yang terpilih, yang pokok-pokok, yang hakiki ( essensial ), yaitu liberal arts. Yang termasuk the liberal arts adalah bahasa, gramatika, kesusasteraan, filsafat, ilmu kealaman, meatematika, sejarah dan seni.
2)Perenialisme
Perenialisme hampir sama dengan essensialisme, tetapi lebih menekankan pada keabadian atau ketetapan atau kehikmatan ( perennial = konstan ). Yang abadi adalah (1) pengetahuan yang benar, (2) keindahan, dan (3) kecintaan kepada kebaikan. Prinsip-prinsip pendidikannya: (1) pendidikan yang abadi, (2) inti pendidikan mengembangkan keunikan manusia yaitu kemampuan berfikir, (3) tujuan belajar mengenalkan kebenaran abadi dan universal, (4) pendidikan merupakan persiapan bagi hidup yang sebenarnya, (5) kebenaran abadi diajarkan melalui pelajaran dasar, yang mencakup bahasa, matematika, logika, IPA dan sejarah.
3)Pragmatisme dan Progresivisme
Pragmatisme mazab filsafat yang menekankan pada manfaat atau kegunaan praktis. Progredivisme mazab filsafat yang menginginkan kemajuan, mengkritik, essensialisme dan perenialisme karena mengutamakan pewarisan budaya masa lalu, menggunakan prinsip pendidikan antara lain (1) anak hendaknya diberi kebebasan, (2) gunakan pengalaman langsung, (3) guru bukan satu-satunya, (4) sekolah hendaknya progresif menjadi laboratorium untuk melakukan berbagai pembaharuan pendidikan dan eksperimentasi.
4)Rekonstruksionisme
Mazab rekonstruksionisame merupakan kelanjutan dari progresivisme. Mazab ini berpandangan bahwa pendidikan/ sekolah hendaknya memelopori melakukan pembaharuan kembali atau merekonstruksi kembali masyarakat agar menjadi lebih baik. Karena itu pendidikan/sekolah harus mengembangkan ideologi kemasyarakatan yang demokratis.
5)Pancasila
Bahwa pancasila merupakan mazab filsafat tersendiri yang dijadikan landasan pendidikan, bagi bangsa Indonesia dituangkan dalam Undang-undang pendidikan yang berlaku. UU No. 2 tahun 1989 tentang Sisdiknas (akan segera diubah ) mengaturnya dalam pasal 2, pendidikan nasional berdasarkan pancasila dan UUD 1945. Demikian pula dalam GBHN-GBHN yang pernah dan sedang berlaku, biasa ditetapkan dasar pendidikan pancasila ini.

b.Landasan Sosiologis
Pada bagian depan telah dikemukakan bahwa manusia selalu hidup bersama dengan mwnusia lain. Kajian-kajian sosiologis telah dikemukakan pada waktu membahas hakikat masyarakat. Masyarakat dengan berbagai karakteristik sosiokultural inilah yang juga dijadikan landasan bagi kegiatan pendidikan pada suatu masyarakat tertentu. Bagi bangsa Indonesia, kondisi sosiokultural bercirikan dua, yaitu secara horisontal ditandai oleh kesatuan-kesatuan sosial sesuai dengan suku, agama adat istiadat dan kedaerahan. Secara vertikal ditandai oleh adanya perbedaan-perbedaan pola kehidupan antara lapisan atas, menengah dan bawah. Fenomina-fenomina sosial dan struktur sosial yang ada pada masyarakat Indonesia sangat berkaitan dengan pendidikan sebagaimana telah diuraikan di muka.

c.Landasan Kultural
Saling pengaruh antara pendidikan dengan kebudayaan juga telah dikemukakan ketika membahas kaitan kebudayaan dengan pendidikan. Kebudayaan tertentu diciptakan oleh orang di masyarakat tertentu tersebut atau dihadirkan dan diambil oper oleh masyarakat tersebut dan diwariskan melalui belajar/pengalaman terhadap generasi berikutnya. Kebudayaan seperti halnya sistem sosial di masyarakat meruoakan kondisi esensial bagi perkembangan dan kehidupan orang.
Proses dan isi pendidikan akan memberi bentuk kepribadian yang tumbuh dan pribadi-pribadi inilah yang akan menjadi pendukung, pewaris, dan penerus kebudayaan, secara ringkas adalah (1) kebudayaan menjadi kondisi belajar, (2) kebudayaan memiliki daya dorong, daya rangsang adanya respon-respon tertentu, (3) kebudayaan memiliki sistem ganjaran dan hukuman terhadap perilaku tertentu sejalan dengan sistem nilai yang berlaku, dan (4) adanya pengulangan pola perilaku tertentu dalam kebudayaan. Tanpa pendidikan budaya dan manakala pendidikan budaya tersebut terjadi tetapi gagal, yang kita saksikan adalah kematian atau berakhirnya suatu kebudayaan.

d.Landasan Psikologis
Pendidikan selalu terkait dengan aspek kejiwaan manusia, sehingga pendidikan juga menggunakan landasan psikologis, bahkan menjadi landasan yang sangat penting, karena yang digarap oleh pendidikan hampir selalu berkaitan dengan aspek kejiwaan manusia. Ketika membahas hakikat manusiapun ada pandangan-pandangan psikologik, seperti behaviorisme, humanisme dan psikologi terdapat cukup banyak. Contoh, tipe-tipe manusia yang dikemukakan oleh Eduard Spranger, ia menyebut ada enam tipe manusia, yaitu manusia tipe teori, tipe ekonomi, tipe keindahan ( seni ), tipe sosial, tipe politik dan tipe religius. Model-model belajar juga dikemukakan oleh para psikolog seperti Skinner, Watson, dan Thorndike. Bahwa manusia mempunyai macam-macam kebutuhan dikemukakan misalnya oleh Maslow. Perkembangan peserta didik dengan tugas-tugas perkembangan terkait dengan pola pendidikan. Sifat-sifat kepribadian dengan tipe-tipenya masing-masing, juga terkait dengan pendidikan. Karakteristik jiwa manusia Indonesia bisa jadi berbeda dengan bangsa Amerika ( Barat ), maka pendidikan menggunakan landasan psikologis.

e.Landasan Ilmiah dan Teknologi serta Seni
Pendidikan dan IPTEKS mempunyai kaitan yang sangat erat, karena IPTEKS merupakan salah satu bagian dari sisi pengajaran, jadi pendidikan sangat penting dalam rangka pewarisan atau tranmisi IPTEKS, sementara pendidikan itu sendiri juga menggunakan IPTEKS sebagai media pendidikan. IPTEKS yang selalu berkembang dengan pesat harus diikuti terus oleh pendidikan, sebab kalau tidak maka pendidikan menjadi sangat ketinggalan dengan IPTEKS yang sudah berkembang di masyarakat. Cara-cara memperoleh dan mengembangkan ilmu (epistemologi ) dibahas dalam pendidikan, hingga pemanfaatan ilmu bagi umat manusia, kaitan ilmu dengan moral, politik, dan sosial menjadi tugas pendidikan.

Analisis dan Pembahasan
Landasan Pendidikan
Pendidikan diselenggarakan berdasarkan filsafat hidup serta berlandaskan sosiokultural setiap masyarakat, termasuk di Indonesia. Kajian ketiga landasan itu (filsafat, sosiologis dan kultural) akan membekali setiap tenaga kependidikan dengan wawasan dan pengetahuan yang tepat tentang bidang tugasnya.
Selanjutnya, ada dua landasan lain yang selalu erat kaitannya dalam setiap upaya pendidikan, utamanya pengajaran, yakni landasan psikologis yang akan membekali tenaga kependidikan dengan pemahaman perkembangan peserta didik dan cara-cara belajarnya, dan landasan IPTEK yang akan membekali tenaga kependidikan tentang sumber bahan ajaran.

Landasan Filosofis
Merupakan landasan yang berkaitan dengan makna atau hakikat pendidikan, yang berusaha menelaah masalah-masalah pokok seperti; Apakah pendidikan itu, mengapa pendidikan itu diperlukan, apa yang seharusnya menjadi tujuannya, dsb. Landasan filosofis adalah landasan yang berdasarkan atau bersifat filsafat (falsafat, falsafah). Ada 4 mahzab filsafat pendidikan yang besar pengaruhnya dalam pemikiran dan penyelenggaraan pendidikan. Keempat mahzab filsafat pendidikan (Redja Mudyahardjo, et.al., 1992 : 144 – 150; Wayan Ardhana, 1986 : 14-18) adalah:

a. Esensialisme
Merupakan mahzab filsafat pendidikan yang menerapkan prinsip idealisme dan realisme secara eklektis. Mahzab esensialisme mulai lebih dominan di Eropa sejak adanya semacam pertentangan diantara para pendidik sehingga mulai timbul pemisahan antara pelajaran–pelajaran teoritik (Liberal Arts) yang memerdekakan akal dengan pelajaran-pelajaran praktek (Practical Arts). Menurut mahzab ini, yang termasuk “The Liberal Arts”, yaitu:
1)Penguasaan bahasa termasuk retorika.
2)Gramatika.
3)Kesusasteraan.
4)Filsafat.
5)Ilmu Kealaman.
6)Matematika.
7)Sejarah.
Seni Keindahan (Fine Arts).

Aliran atau mahzab tersebut dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah formal adalah adanya penetapan berbagai mata pelajaran yang disajikan atau dituangkan dalam kurikulum sekolah. Namaun demikian hal tersebut tidak berarti memisahkan antar mata pelajaran tetapi semuanya merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Pembagian dalam berbagai mata pelajaran tersebut dapat memudahkan dan membantu siswa untuk mempelajari dan memahami tahap demi tahap, yang pada akhirnya menyeluruh (holistik). Karena semua mata pelajaran tersebut diperlukan oleh manusia dalam menjalani kehidupannya sebagai makhluk sosial.

b. Perenialisme
Ada persamaan antara perenialisme dan esensialisme, yakni keduanya membela kurikulum tradisional yang berpusat pada mata pelajaran yang pokok-pokok (subject centered). Perbedaannya ialah pernialisme menekankan keabadian teori kehikmatan, yaitu:
1)Pengetahuan yang benar (truth).
2)Keindahan (beauty).
3)Kecintaan kepada kebaikan (goodness).
Juga sebaliknya kurikulum bersifat wajib dan berlaku umum, yang harus mencakup:
1)Bahasa.
2)Matematika.
3)Logika.
4)Ilmu Pengetahuan Alam.
5)Sejarah.

Dalam mahzab atau aliran ini menggambarkan pendidikan menekankan pentingnya penanaman nilai kebenaran, keindahan, kebaikan. Hal ini juga sesuai dengan relaitas kehidupan manusia yang di dalam dirinya selalu condong kepada kebaikan dan kebenaran yang bisa diterima oleh masyarakat umum. Jika hal tersebut tidak tampak dalam penyelenggaraan pendidikan maka akan tidak bisa diterima dan menimbulkan pro dan kontra.

c. Pragmatisme dan Progresivisme
Pragmatisme merupakan aliran filsafat yang mengemukakan bahwa segala sesuatu harus dinilai dari segi nilai kegunaan praktis.
Penerapan konsep pragmatisme secara eksperimental melalui 5 tahap, yaitu:
1)Situasi tak tentu.
2)Diagnosis.
3)Hipotesis.
4)Pengujian Hipotesis.
5)Evaluasi.
Progresivisme (gerakan pendidikan progresif) mengembangkan teori pendidikan yang mendasarkan diri pada beberapa prinsip, antara lain :
Anak harus bebas untuk dapat berkembang secara wajar.
Pengalaman langsung merupakan cara terbaik untuk merangsang minat belajar.
Guru harus menjadi seorang peneliti dan pembimbing kegiatan belajar.
Sekolah progresif harus merupakan suatu laboratorium untuk melakukan reformasi pedagosis dan eksperimentasi.
Aliran ini pada hakekatnya mengajarkan kepada pendidik dan penyelenggara pendidikan untuk mendidik bagaimana berpikir kritis, sistematis, ilmiah dan mampu menguji kebenaran dalam ilmu pengetahuan dengan metode ilmiah. Karena kebenaran yang ada itu bisa bersifat relatif bahkan bisa menjadi salah jika ditemukan teori yang baru.
Pancasila sebagai Landasan Filosofis Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)
Pasal 2 UU-RI No. 2 Tahun 1989 menetapkan bahwa Pendidikan Nasional bedasarkan Pancasila dan UUD 45. Sedangkan Ketetapan MPR RI No. 11/MPR/1987 tetang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) menegaskan bahwa Pancasila itu adalah jiwa seluruh rakyat Indonesia, kepribadian bangsa Indonesia, pandangan hidup bangsa Indonesia dan dasar negar Republik Indonesia.
P4 atau Ekaprasetya Pancakarsa sebagai petunjuk operasional pengamalan Pancasiladalam kehidupan sehari-hari, termasuk dalam bidang pendidikan . Perlu ditegaskan bahw Pengamalan Pancasila itu haruslah dalam arti keseluruhan dan keutuhan kelima sila dalam Pancasila itu, sebagai yang dirumuskan dalam Pembukaan UUD 1945 , yakni Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat dan kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam Buku I Bahan Penataran P4 dikemukakan bahwa Ketetapan MPR RI No. 11/MPR/1989 tersebut diatas memberi petunjuk-petunjuk nyata dan jelas wujud pengamalan kelima sila dari Pancasila.

Landasan Sosioligis
a. Pengertian tentan Landasan Sosiologis
Sosiologi pendidian merupakan analisis ilmiah tentang proses sosial dan pola-pola interaksi sosial di dalam sistem pendidikan. Ruang lingkup yang dipelajari oleh sosiologi pendidikan meliputi 4 bidang, yaitu:
1)Hubungan sistem pendidikan dengan aspek masyarakat lain.
2)Hubungan kemanusiaan di sekolah.
3)Pengaruh sekolah pada perilaku anggotanya.
4)Sekolah dalam komunitas.
Kajian sosiologi tentang pendidikan pada prinsipnya mencakup semua jalur pendidikan, baik pendidikan sekolah maupun pendidikan diluar sekolah. Masyarakat Indonesia setelah kemerdekaan, utamanya pada zaman pemerintahan Orde Baru, telah mengalami banyak perubahan. Sebagai masyarakat majemuk, maka komunitas dengan ciri-ciri unik baik secara horizontal maupun vertikal masih dapat ditemukan, demikian pula halnya dengan sifat-sifat dasar dari zaman penjajahan belum terhapus seluruhnya.
Namun dengan niat politik yang kuat menjadi suatu masyarakat Indonesia serta dengan kemajuan dalam berbagai bidang pembagunan, utamanya dalam bidang pendidikan politik, maka sisi ketunggalan dari “Bhineka Tunggal Ika” makin mencuat. Berbagai upaya yang dilakukan, baik melalui kegiatan jalur sekolah (misalnya dengan mata pelajaran pendidikan moral Pancasila, pendidikan sejarah perjuangan bangsa, dll) maupun jalur pendidikan luar sekolah (penataran P4, pemasyarakatan P4 non penataran, dll) telah mulai menumbuhkan benih-benih persatuan dan kesatuan yang semakin kokoh. Berbagai upaya tersebut dilaksanakan dengan tidak mengabaikan kenyataan tentang kemajemukan masyrakat Indonesia.

Landasan Kultural
Kebudayaan dan pendidikan mempunyai hubungan timbal balik, sebab kebudayaan dapat dilestarikan / dikembangkan dengan jalan mewariskan kebudayaan dari generasi ke generasi penerus dengan jalan pendidikan, baik secara informal maupun secara formal. Sebaliknya bentuk ciri-ciri dan pelaksanaan pendidikan itu ikut ditentukan oleh kebudayaan masyarakat dimana proses pendidikan itu berlangsung.
a. Pengertian tentang Landasan Kultural
Pendidikan tidak hanya berfungsi untuk menstranmisi kebudayaan kepada generasi penerus, tetapi pendidikan juga berfungsi untuk menstranformasikan kebudayaan agar sesuai dengan perkembangan dan tujuan zaman. Dengan kata lain, sekolah secara seimbang melaksanakan fungsi ganda pendidikan , yakni sebagai proses sosialisasi dan sebagai agen pembaruan. Dalam bidang pendidikan, kedua fungsi tersebut kadang-kadang dipertentangkan, antara penganut pendidikan sebagai pelestarian (teashing a conserving activity).

b. Kebudayaan Nasional sebagai Landasan Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)
Sistem pendidikan nasional adalah pendidkan yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia (UU RI No. 2/1978) pasal 1 ayat 2. Karena masyarakat Indonesia sebagai pendukung kebudayaan itu adalah masyarakat yang majemuk, maka kebudayaan bangsa Indonesia tersebut lebih tepat disebut sebagai Kebudayaan Nusantara yang beragam. Puncak-puncak kebudayaan Nusantara itu dan yang diterima sacara nasional disebut kebudayaan nasional. Oleh karena itu, kebudayaan nasional haruslah dipandang dalam latar perkembangan yang dinamis seiring dengan semakin kukuhnya persatuan dan kesatuan bangsa indonesia sesuai dengan asas bhineka tunggal ika.

Landasan Psikologis
Pendidikan selalu melibatkan aspek kejiwaanmanusia, sehingga landasan psikologis merupakan salah satu landasan yang penting dalam pendidikan. Pada umumnya landasan psikologis dri pendidikan tersebut terutama tertuju pada pemahaman manusia, khususnya tentang proses perkembangan dan proses belajar.

a. Pengertian tentang Landasan Psikologis
Hasil kajian dan penemuan psikologis sangat diperlukan penerapannya dalam bidang pendidikan, misalnya pengetahuan tentang setiap aspek, dan konsep tentang cara-cara paling cepat untuk mengembangkannya. Untuk maksud itu psikologi menyediakan sejumlah informasi tenang kehidupan pribadi manusia pada umumnya serta gejala-gejala yang berkaitan dengan aspek pribadi.

b. Perkembangan Peserta Didik sebagai Landasan Psikologis
Peserta didik selalu berada dalam proses perubahan, baik karena pertumbuhan maupunkarena perkembangan. Pertumbuhan terutama karena pngaruh faktor internal sebagai akibat kematangan dan proses pendewasaan, sedangkan perkembangan terutama karena pengaruh lingkungan.

Landasan Ilmiah dan Teknologis
Pendidikan serta ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) mempunyai kaitan yang sangat erat. Pendidikan berperan sangat pentingdalam pewarisan dan pengembangan iptek. Setiap perkembangan iptek harus segera diakomodasi oleh pendidikan yakni dengan segera memasukkan hasil pengembangan iptek itu ke dalam isi bahan ajaran. Sebaliknya, pendidikan sangat dipengaruhi oleh sejumlah cabang-cabang iptek, utamanya ilmu-ilmu perilaku (psikologi, sosiologi, antropologi).

a. Pengertian tentang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
Pengetahuan (Knowledge) adalah segala sesuatu yang diperoleh melalui berbagai cara penginderaan terhadap fakta, penalaran (rasio), intuisi dan wahyu. Pengetahuan yang memenuhi kriteria dari segi ontologis, epistomologis dan aksiologis secara konsekuen dan penuh disiplin biasa disebut ilmu atau ilmu pengetahuan (science); kata sifatnya ilmiah atau keilmuan, sedangkan ahlinya disebut ilmuwan. Dengan demikian, pengetahuan meliputi berbagai cabang ilmu (ilmu sosial/social sciences dan ilmu-ilmu alam/natural sciences), humaniora (seni, fisafat , bahasa, dsb). Oleh karena itu, istilah ilmu atau ilmu pengetahuan itu dapat bermakna kumpulan informasi, cara memperoleh informasi serta manfaat daari informasi itu.

b. Perkembangan Iptek sebagai landasan Ilmiah
Pengembangan dan pemanfaatan iptek pada umumnya ditempuh rangkaian kegiatan : Penelitian dasar, penelitian terapan, pengembangan teknologi dan penerapan teknologi, serta biasanya diikuti pula dengan evaluasi ethis-politis-religius.
Kemampuan maupun sikap ilmiah sedini mungkin harus dikembangkan dalam diri peserta didik. Pembentukan keterampilan dansikap ilmiah sedini mungkin tersebut secara serentak akan meletakkan dasar terbentuknya masyarakat yang sadar akan iptek dan calon-calon pakar iptek kelak kemudian hari.

Penutup
a. Simpulan
Berdasarkan uraian di muka maka dapat ditarik beberapa ciri umum pendidikan sebagai berikut :
1)Pendidikan merupakan proses interaksi manusiawi yang ditandai oleh keseimbangan anatara kedaulatan subyek didik dengan kewibawaan pendidik.
2)Pendidikan merupakan usaha penyiapan subyek didik menghadapi lingkungan hidup yang engalami perubahan semakin pesat.
3)Pendidikan mengandung tujuan tertentu, yaitu meingkatkan kualitas kehidupan pribadi masyarakat.
4)Pendidikan berlangsung seumur hidup
5)Untuk mencapai tujuan tersebut, pendidikan melakukan usaha yang sengaja dan terencana dengan memilih materi, strategi kegiatan dan teknik penilaian yang sesuai.
6)Pendidikan merupakan kiat dalam menerapkan prinsip-prinsip ilmupengetahuan dan teknologi bagi pembentukan manusia seutuhnya. Kegiatan tersebut dapat dilakukan baik di sekolah maupun di luar sekolah yaitu dikeluarga dan masyarakat.
Diposkan oleh green heroes di 18:58 0 komentar
Label: ilmu pendidikan

Arti Pendidikan

Secara etimologis atau bahasa, kata ‘pendidikan’berasal dari kata dasar’ didik’ yang mendapat imbuhan awalan dan akiran pe-an. Berubah menjadi kata kerja ‘mendidik’ yang bertati membantu anak untuk mengusai aneka pengetahuan , ketarmpilan, sikap,dan nilai yang di warisi dari keluarga dan masyarakat. Istilah ini pertama kali muncul dari bahasa yunani ‘paedagogiek’yang berarti ilmu menuntun anak,dan ‘peadagogia’ adalah pergaulan dengan anak-anak, sedangkan orang yang menuntun /mendidik adalah ‘pedagog’.



Aliran-Aliran Pendidikan

Aliran-aliran pendidikan telah dimaulai sejak awal hidup manusia, karena setiap kelompok manusia selalu dihadapkan dengan generasi muda keturunannya yang memerlukan pendidikan yang lebih baik dari orang tuanya. Di dalm kepustakaan tentang aliran-aliran pendidikan, pemikiran-pemikiran tentang pendidikan telah dimulai dari zaman Yunani kuno sampai kini. Oleh karena itu bahasan tersebut hanya dibatasi pada beberapa rumpun aliran klasik, pengaruhnya sampai saat ini dan dua tonggak penting pendidikan di Indonesia.
A. ALIRAN KLASIK DAN GERAKAN BARU DALAM PENDIDIKAN
Aliran-aliran klasik yang dimaksud adalah aliran empirisme, nativisme, naturalisme, dan konvergensi. Sampai saat ini aliran aliran tersebut masih sering digunakan walaupun dengan pengembangan-pengembangan yang disesuaikan dengan perkembangan zaman.
1. Aliran-aliran Klasik dalam Pendidikan dan Pengaruhnya Terhadap Pemikiran Pendidikan di Indonesia.

a. Aliran Empirisme
Aliran empirisme bertolak dari Lockean Tradition yang mementingkan stimulsi eksternal dalam perkembangan manusia, dan menyatakan bahwa perkembangan manusia, dan menyatakan bahwa perkembangan anak tergantung kepada lingkungan, sedangkan pembawaan tidak dipentingkan. Pengalaman yang diproleh anak dalam kehidupan sehari-hari didapat dari dunia sekitarnya yang berupa stimulan-stimulan. Stimulasi ini berasal dari alm bebaqs ataupun diciptakan oleh orang dewasa dalam bentuk pendidikan. Tokoh perintisnya adalah John Locke.

b. Aliran Nativisme
Aliran Nativisme bertolak dari Leinitzian Tradition yang menekankan kemampuan dalam diri anak, sehingga faktor lingkungan termasuk faktor pendidikan, kurang berpengaruh terhadap perkembangan anak. Hasil prkembangan tersebut ditentukan oleh pembawaan yang sudah diperoleh sejak kelahiran. Lingkungan kurang berpengaruh terhadap dan pendidikan anak.

c. Aliran Naturalisme
Aliran ini dipelopori oleh J.J Rosseau. Rosseau berpendapat bahwa semua anak baru dilahirkan mempunyai pembawaan BAIK. Pembawaan baik akan menjadi rusak karena dipengaruhi lingkungan. Pendidikan yang diberikan orang dewasa malah dapat merusak pembawaan baik anak itu.

d. Aliran Konvergensi
Aliran Konvergensi dipelopori oleh Wlliam Stern, ia berpedapat bahwa seorang anak dilahirkan di dumia sudah disertai pembawaan baik maupun pembawaan buruk. Proses perkembangan anak, baik faktor pembawaan maupun faktor lingkungan sama sama mempunyai peranan sangat penting. Bakat yang dibawa pada waktu lahir tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya dukungan lingkungan sesuai untuk perkembangan anak itu.

e. Pengaruh Aliran Klasik terhadap Pemikiran dan Praktek Pendidikan di Indonesia
Di indonesia telah di terapkan berbagai aliran-aliran pendidikan, penerimaan tersebut dilakukan dengan pendekatan efektif fungsional yakni diterima sesuai kebutuhan, namun ditempatkan dalam latar pandangan yang konvergensi.


UNSUR-UNSUR PENDIDIKAN

inilah UNSUR-UNSUR PENDIDIKAN yang perlu diperhatikan:
Proses pendidikan melibatkan banyak hal yaitu:

1. Subjek yang dibimbing (peserta didik).

2. Orang yang membimbing (pendidik)

3. Interaksi antara peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif)

4. Ke arah mana bimbingan ditujukan (tujuan pendidikan)

5. Pengaruh yang diberikan dalam bimbingan (materi pendidikan)

6. Cara yang digunakan dalam bimbingan (alat dan metode)

7. Tempat dimana peristiwa bimbingan berlangsung (lingkungan pendidikan)

Mau yang jelasnya g’?

1. Peserta Didik

Peserta didik berstatus sebagai subjek didik. Pandangan modern cenderung menyebutkan demikian oleh karena peserta didik adalah subjek atau pribadi yang otonom, yang ingin diakui keberadaannya.

Ciri khas peserta didik yang perlu dipahami oleh pendidik ialah:

a. Individu yang memiliki potensi fisik dan psikis yang khas, sehingga merupakan insan yang unik.

b. Individu yang sedang berkembang.

c. Individu yang membutuhkan bimbingan individual dan perlakuan manusiawi.

d. Individu yang memiliki kemampuan untuk mandiri.

2. Orang yang membimbing (pendidik)

Yang dimaksud pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan pendidikan dengan sasaran peserta didik. Peserta didik mengalami pendidikannya dalam tiga lingkungan yaitu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat. Sebab itu yang bertanggung jawab terhadap pendidikan ialah orang tua, guru, pemimpin program pembelajaran, latihan, dan masyarakat.

3. Interaksi antara peserta didik dengan pendidik (interaksi edukatif)

Interaksi edukatif pada dasarnya adalah komunikasi timbal balik antara peserta didik dengan pendidik yang terarah kepada tujuan pendidikan. Pencapaian tujuan pendidikan secara optimal ditempuh melalui proses berkomunikasi intensif dengan manipulasi isi, metode, serta alat-alat pendidikan.

4. Ke arah mana bimbingan ditujukan (tujuan pendidikan)

a. Alat dan Metode

Alat dan metode diartikan sebagai segala sesuatu yang dilakukan ataupun diadakan dengan sengaja untuk mencapai tujuan pendidikan. Secara khusus alat melihat jenisnya sedangkan metode melihat efisiensi dan efektifitasnya. Alat pendidikan dibedakan atas alat yang preventif dan yang kuratif.

b. Tempat Peristiwa Bimbingan Berlangsung (lingkungan pendidikan)

Lingkungan pendidikan biasanya disebut tri pusat pendidikan yaitu keluarga, sekolah dan masyarakat.


Wujud sifat Manusia

a). Kemampuan Menyadari diri

· Dengan kemampuan menyadari diri :

Ø manusia dapat membedakan dirinya dengan manusia lain (ia, mereka) dan dnegan lingkungan non manusia (fisik).

Ø Manusia dapat membuat jarak dengan manusia lain dan lingkungannya. Manusia memiliki arah pandangan kedalam dan keluar.

· Pandangan arah kedalam, akan memberi status lingkungan sebagai subyek berhadapan dengan aku sebagai obyek. (Penting untuk pengembangan sosial)

· Pandangan arah keluar, memandang lingkungan sebagai obyek, aku sebagai obyek yang memanipulasikan lingkungan untuk aku, berpuncak pada egoisme. (Penting untuk pengembangan individualitet).

· Dalam pendidikan kedua arah tersebut harus dikembangkan secra seimbang.




3. Kemampuan Bereksistensi

· Kemampuan bereksistensi dimaksudkan manusia tidak hanya “ber-ada” (seperti hewan dan tumbuhan) tetapi juga “meng-ada” , dimana manusia tidak hanya bagian lingkungan seperti hewan dan tumbuhan tetapi manusia menjadi manajer lingkungan (mengolah, mengendalikan).

· Kemampuan bereksistensi harus dikembangakan sejak dini, kreatifitas, keberanian, dan lain-lain.

4. Kata Hati (Consuence of Man)

· Kata hati juga disebut dengan istilah : hati nuranu, lubuk hati, suara hati, pelita hati dan lain sebagainya. Yang berarti kemampuan pada diri manusia untuk mengetahui baik buruknya perbuatan manusia termasuk pula kemampuan pengambilan keputusan atas dasar pertimbangan benar/salah, analisis yang didukung kecerdasan akal budi. Mereka yang memiliki kemampuan seperti tersebut diatas disebut tajam kata hatinya.

· Pendidikan untuk mengubah kata hati tumpul. Menjadi tajam ditempuh dengan melatih kecerdasan dan kepekaan emosi.


5. Kecerdasan Moral

· Moral (etika), sinkron dengan kata hati yang tajam, yang benar-benar baik yang disebut juga dengan moral yang tinggi (luhur).

· Moral bertalian erat dengan keputusan kata hati, dan nilai-nilai kemanusiaan.


6. Tanggung Jawab

· Kesediaan untuk menanggung segenap akibat dari perbuatan yang berwujud tanggung jawab, kepada diri sendiri, masyarakat dan Tuhan.

· Keberanian untuk menentukan bahwa sesuatu perbuatan dilakukan sesuai dengan tuntutan kodrat manusia, sehingga sanksi adapun yang di tuntutkan di terima dengan kerelaan dan kesadaran.

7. Rasa Kebebasan

· Rasa bebas, bukan dimaksud perbuatan bebas membabi buta, bebas dalam arti, berbuat sepanjang tidak bertentangan dengan tuntutan kodrat manusia merdeka tidak sama dengan berbuat tanpa ikatan, kemerdekaan yang sesungguhnya justru berlangsung dalam keterikatan karenanya, kemerdekaan erat kaitannya dengan kata hati dan moral orang merasa merdeka apabila perbuatannya sesuai dengan kata hatinya.

· Implikasinya dalam pendidikan, mengusahakan agar anak menginternalisasikan nilai-nilai aturan kedalam dirinya dan dirasakan sebagai miliknya.


8. Kewajiban dan Hak

· Kewajiban dan hak, merupakan indicator bahwa manusia sebagai mahluk sosial.

· Dalam kehidupan hak dimaknai sebagai sesuatu yang menyenangkan, sedangkan kewajiban dimaknai sebagai beban. Tapi menurut (Drijar Kara, 1978) kewajiban bukan beban, tetapi keniscayaan sebagai manusia, mengenal berarti mengingkari kemanusiaan, sebaliknya melaksanakan kewajiban berarti kebaikan.

· Pemenuhan akan hak dan pelaksanaan kewajiban berkaitan erat dengan keadilan, dapat dikatakan kedilan terwujud bila hak sejalan dengan kewajiban.

· Kemampuan menghayati kewajiban sebagai keniscayaan tidak lahir dengan sendirinya, tetapi melalui suatu proses pendidikan (disiplin).


9. Kemampuan Menghayati Kebahagiaan

· Kebahagiaan istilah yang sulit dijabatkan dengan kata-kata, tetapi tidak sulit dirasakan setiap orang pasti pernah mengalami rasa bahagia (senang, gembira dan lain sebagainya).

· Kebahagiaan milik manusia : kebahagiaan dapat dicapai apabila manusia dapat meningkatkan kualitas hubungannya sebagai mahluk dengan dirinya sendiri (memahami kelebihan dan kekurangannya); dengan alam (untuk eksploitasi dan dilestarikan); dan terhadap Tuhan Maha Pencipta.

· Pendidikan mempunyai peranan yang penting sebagai wahana untuk mengantar anak mencapai kebahagiaan.


PEMBENTUKAN MANUSIA SEUTUHNYA ATAU MANUSIA PANCASILA

Di Indonesia dikenal pengertian manusia seutuhnya. Menurut Pedoman dan Penghayatan Pancasila, setiap manusia memounyai keinginan untuk mempertahankan hidup, dan menjaga kehidupan yang lebih baik. Ini merupakan naluri yang paling kuat dalam diri manusia. Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa dan Negara memberikan pedoman bahwa kebahagiaan hidup manusia itu akan tercpai apabila kehidupan manusia itu diselaraskan dan keseimbangan, baik hidup manusia sebagai pribadi, dalam hubungan manusia dengan masyarakat, dalam hubungan manusia dengan alam, dalam hubungan manusia dengan bangsa, dan dalam hubungan manusia dengan Tuhannya, maupun dalam mengejar kemajuan lahiriah dan kebahagiaan rokhaniah.

Pancasila menempatkan manusia dakam keseluruhan harkat dan martabatnya mahluk Tuhan Yang Maha Esa. Manusialah yang menjadi titik tolak dari usaha kita untuk memahami manusia itu sendiri, manusia dan masyarakatnya, dan manusia dengan segenap lingkungan hidupnya. Adapun manusia yang kita pahami bukanlah manusia yang luar biasa, melainkan manusia yang disamping memiliki kekuatan juga manusia yang dilekati dengan kelemahan-kelemahan, manusia yang disamping memiliki kemampuan-kemampuan juga mempunyai keterbatasan-keterbatasan, manusia yang disamping mempunyai sifat-sifat yang baik memounyai sifat-sifat yang kurang baik. Manusia yang hendak kita pahami bukanlah manusia yang kita tempatkan di luar batas kemampuan dan kelayakan manusia tadi.

Manusia sebagai mahluk Tuhan adalah mahluk pribadi, sekaligus mahluk social. Sifat kodrati manusia sebagai individu dan sekaligus sebagai mahluk social merupakan kesatuan bulat. Perlu dikembangkan secara seimbang, selaras dan serasi. Perlu disadari bahwa manusia hanya mempunyai arti dalam kaitannya dengan manusia lain dalam masyarakat. Manusia hanya mempunyai arti dan dapat hidup secara layak diantara manusia lainnya. Tanpa ada manusia lainnya atau tanpa hidup bermasyarakat , seseorang tidak dapat menyeenggararakan hidupnya dengan baik. Dalam mempertahankan hidup dan usaha mengejar kehidupan yang lebih baik, mustahil hal itu dikerjakan sendiri oleh seseoarang, tanpa bantuan dan kerjasama dengan orang lain dalam masyarakat.

Kekuatan manuasia pada ddasarnya tiodak terletak pada kemampuan fisiknya atau kemampuan jiwanya semata-mata, melainkan terletak pada kemampuannya untuk bekerjasama dengan manusia lainnya. Dengan manusia lainnya dalam masyarakat itulah manusia menciptakan kebudayaan, yang pada akhirnya membedakan manusia dari segenap mahluk hidup yang lain, dan mengantarkan umat manusia ke tingkat mutu, martabat dan harkatnya sebagaimana manusia yang hidup pada zaman sekarang dan zaman yang akan datang.

Kesadaran akan hal-hal yang tersebut di atas selanjutnya menumbuhkan kesadaran, bahwa setiap manusia terpanggil hatinya untuk melakukan apa yang baik untuk orang lain dan masyarakat. Semuanya itu melahirkan sifat dasar, bahwa untuk mewujudkan keselarasan, keserasian, dan keseimbanagn dalam hubungan social antar manusia pribadi dengan masyarakat, manusia perlu mengendalikan diri. Dalam masyarakat Indonesia yang sangat beranekaragam coraknya, kemauan dan kemampuan mengendalikan diri pada kepentingan adalah suatu sikap yang mempunyai arti sangat penting dan merupakan sesuatu yang sangat diharapkan, yang pada gilirannya akan menumbuhkan keseimbangan dan stabilitas masyarakat. (dalam kaitan ini hendaknya dibaca 36 butir wujud Penghayatan dan Pengamalan Pancasila, sebagaimana ditunjukkan oleh Ketetapan MPR No II/MPR/1978).

Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila menegaskan pandangan social yang berdiri di atas paham keseimbangan tidaklah mengingkari, bahwa masyarakat itu senantiasa bergerak, berubah, berkembang dan dinamis. Namun demikian, kita beranggapan, bahwa yang wajar, yang dicari oleh manusia bukanlah perubahan atau dinamika itu sendiri, melainkan keseimbangan segala sesuatu dalam masyarakat untuk mencapai tujuan kebahagiaan. Masalah perubahan social itu merupakan tantangan bagi kita semua, kita pelajari secara teliti dan kita perhatikan sebagai factor yang mempengaruhi terutama dalam zaman dimana ilmu dan teknologi telah berkembang sedemikian pesatnya . bagi bangsa Indonesia, tujuan pengembangan masyarakat adalah manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh rakyat Indonesia.dari sejarah umat manusia secara keseluruhan diketahui bahwa kebudayaan manusia itu tidak sekaligus jadi, seperti keadaannya sekarang, melainkan melalui proses evolusiyang memakan waktu ribuan tahun. Demikian pula halnya perkembangan manusia secara perseoranganpun melalui tahap-tahap yang memakan waktu belasan atau bahkan puluhan tahun sebelum orang itu menjadi dewasa. Upaya pendidikan memperhatikan tahap-tahap perkembangan seseorang dalam rangka memberikan pelayanan yang tepat bagi setiap orang yang sedang menjalani pendidikannya. Demikianlah, berbagai kekhususan masa-masa perkembanagn tertentu selanjutnya menjadi bahan pertimbangan bagi usaha-usaha pendidikan dari berbagai jenjang dan jenis pendidikan. Keberadaan manusia seperti disinggung di atas, membawa dampak yang besar bagi usaha-usaha pendidikan. Dalam kaitan ini, usaha pendidikan pada dasarnya diarahkan terhadap pengembangan kososialan, dimensi kesusilaan dan dimensi keberagaman berbeda dari mahluk-mahluk lain, manusia sebagai mahluk yang berderajat lebih tinggi, diperlengkapi dengan berbagai potensi dan susunan tubuh yang memungkinkan ia berkembang menjadi manusia seutuhnya berkembang dalam berbagai dimensi secara mantap.

Perkembangan dimensi keindividuan memungkinkan seseorang memperkem-bangkan segenap potensi yang ada pada dirinya secara optimal mengarah pada aspek-aspek kehidupan yang positif. Minat, bakat, kemampuan dan berbagai fungsi psikis dan biologis berkembang dalam rangka dimensi keindividualan ini. Perkembangan dimensi keindividuan memungkinkan seseorang menjadi individu yang mampu tegak berdiri dengan kepribadiannya sendiri. Perkembangan dimensi kesosialan memungkinkan orang tersebut mampu berinteraksi , berkomunikasi, bergaul dan hidup bersama orang lain. Selain mahluk pribadi manusia adalah mahluk

Dari sejarah umat manusia secara keseluruhan diketahui bahwa kebudayaan manusia itu tidak sekaligus jadi, seperti keadaan sekarang, melainkan ,melalui proses evolusi yang memakan waktu ribuan tahun. Demikian pulalah halnya, perkembangan manusia secara perorangan pun melalui tahap-tahap yang memakan waktu belasan atau bahkan puluhan tahun sebelum seseorang menjadi dewasa. Upaya pendidikan memperhatikan tahap-tahap perkembangan seseorang dalam rangka memberikan pelayanan yang tepat bagi setiap orang yang sedang menjalani pendidikannya. Demikianlah, berbagai kekhususan masa-masa perkembangan tertentu selanjutnya menjadi bahan pertimbangan bagi usaha-usaha pendidikan diberbagai jenjang dan jenis pendidikan.

Keberadaan manusia seperti disinggung diatas, membawa dampak yang mendasar bagi usaha-usaha pendidikan. Dalam kaitan ini, usaha pendidikan pada dasarnyadiarahkan terhadap pengembangan empat dimensi kemanusiaan, yaitu dimensi keindividualan, dimensi kesosialan, dimensi kesusilaan dan dimensi keberagamaan. Berbeda dari makhluk-makhluk lain, manusia sebagai makhluk yang berderajat lebih tinggi, diperlengkapi dengan brbagai potensi dan susunan tubuh yang memungkinkan ia berkembang menjadi makhluk yang sesuaidg ketinggian derajatnya itu. potensi dan susunan tubuh ini memungkinkan manusia berkembang menjadi manusia seutuhnya berkembang dalam berbagai dimensi secara mantap.

Perkembangan dimensi keindividualan memungkinkan seseorang memperkem-bangkan segenap potensi yang ada pada dirinya secara optimal mengarah pasa aspek-aspek kehidupan yang positif. Minat, bakat, kemampuan dan berbagai fungsi psikis dan biologis berkembang dalam rangka dimensi keindividualan ini. Perkembangan dimensi ini membawa seseorang menjadi individu yang mampu tegak berdiri dengan kepribadiannya sendiri. Perkembangan dimensi keindividualan diimbangi dengan perkembangan dimensi kesosialan pada diri orang yang bersangkutan. Perkembangan dimensi kesosialan memungkinkan orang tersebut mampu berinteraksi, berkomunikasi, bergaul, dan hidup berasama orang lain. Selain makhluk hidup pribadi manusia adalah makhluk sosial. Aspek pribadi dan sosial itu saling berinteraksi dan dalam interaksi itulah keduanya saling bertumbuh, saling mengisi dan saling menentukan makna yang sesungguhnya. Pertemuan dimensi keindividualan, dan dimensi kesosialan menuntut dikembangkannya dimensi yang ketiga yaitu dimensi kesusilaan. Memang dimensi kesusilaan hanya mungkin dan perlu timbul apabila seseorang berada berasama orang lain. Moral, estetika dan berbagai aturan lainnya itulah yang mengatur bagaimana hubungan itu seharusnya dilaksanakan seadanya saja, apalagi semau gue saja. Hidup berasama orang lain perlu diselenggarakan sedemikian rupa, sehingga semua orang yang berada di dalamnya memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya dari kehidupan bersama itu.

Dimensi kesusilaan yang lain itu dapat bertemu dalam satu kesatuan yang bermakna. Dapat dibayangkan bahwa tanpa dimensi kesusilaan bekembangnnya dimensi keindividualan dan dimensi kesosialan akan tidak serasi, bahkan dapat saling bertabrakan, yang satu cenderung mengalahkan yang lain.

Perkembangan ketiga dimensi diatas memungkinkan manusia bergerak dalam bidang kehidupan kemanusiaan. Namun perlu diingat bahwa ketiga dimensi tersebut baru mampu membentuk bidang kehidupan yang mampu menampung isi kehidupan secara menyeluruh dan mantap. Perlu pula diperhatikan bahwa bidang kehidupan duniawi belaka. Dengan demikian, manusia yang hidupnya hanya didasarkan pada perkembangan ketiga dimensi tersebut, jelas baru menjangkau bidang kehidupan keduniawian semata-mata.

Manusia seutuhnya pastilah bukan manusia yang semata-mata hidup dalam bidang keduniaan, melainkan yang juga mampu menjangkau isi hidup keakhiratan. Untuk itu perlu diperkembangkan dimensi yang keempat, yaitu dimensi keberagamaan. Dalam dimensi ini manusia memperkembangkan diri dalam kaitannya dengan Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Dengan berkembangnya secara mantap dimensi yang keempat itu, akan lengkaplah perkembangan manusia dan mungkinlah manusia itu menjadi manusia yang seutuhnya. Dengan keempat dimensi tersebut manusia akan mampu membentuk wadah kehidupannya secara matap dan selanjutnya mengisi kehidupan itu secara penuh.

Maka dari keseluruhan perkembangan itu menjadi lengkap dan utuh dalam semua sisinya, sisi individu dan sosialnya, sisi dorongan yang harus dipenuhi dan estetika pemenuhannya, sisi dunia dan akhiratnya, serta sisi hubungan dengan sesama manusia dan hubungan dengan Tuhan. Dengan dimensi keempat itu pula kehidupan manusia ditinggikan derajatnya, sesuai dengan ketinggian derajat manusia dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya

PENGEMBANGAN DIMENSI-DIMENSI PADA MANUSIA

Hakikat dan eksistensi manusia sebagaimana diuraikan pada butir b di atas, masing-masing dimensinya dapat dikembangkan sehingga dapat membentuk kepribadian manusia sebagai berikut :

Pengembangan Manusia sebagai Mahluk Individu.
Pendidikan harus mengembangkan anak didik mampu menolong dirinya sendiri. Pestalozzi mengungkapkan hal ini dengan istilah/ucapan: Hilfe zur selbathilfe,yang artinya memberi pertolongan agar anak mampu menolong dirinya sendiri.

Untuk dapat menolong dirinya sendiri, anak didik perlu mendapat berbagai pengalaman di dalam pengembangan konsep, prinsip, generasi, intelek, inisiatif, kreativitas, kehendak, emosi/perasaan, tanggungjawab, keterampilan ,dll. Dengan kata lain, anak didik harus mengalami perkembangan dalam kawasan kognitif, afektif dan psikomotor.Sebagai mahluk individu, manusia memerlukan pola tingkah laku yang bukan merupakan tindakan instingtif, dan hal-hal ini hanya bisa diperoleh melalui pendidikan dan proses belajar.

Di atas telah dikatakan bahwa perwujudan manusia sebagai mahluk individu (pribadi) ini memerlukan berbagai macam pengalaman. Tidaklah dapat mencapai tujuan yang diinginkan, apabila pendidikan terutama hanya memberikan aspek kognitif (pengetahuan) saja sebagai yang sering dikenal dan diberikan oleh para pendidik pada umumnya selama ini. Pendidikan seperti ini disebut bersifat intelektualistik, karena hanya berhubungan dengan segi intelek saja. Pengembangan intelek memang diperlukan, namun tidak boleh melupakan pengembangan aspek-aspek lainnya sebagai yang telah disebutkan di atas.

Pengembangan manusia sebagai mahluk sosial
Disamping sebagai mahluk individu atau pribadi manusia juga sebagai mahluk social. Manusia adalah mahluk yang selalu berinteraksi dengan sesamanya. Manusia tidak dapat mencapai apa yang diinginkan secara seorang diri saja. Kehadiran manusia lain dihadapannya, bukan saja penting untuk mencapai tujuan hidupnya, tetapi juga merupakan sarana untuk pengembangan kepribadiannya. Hal ini ditunjukkan oleh adanya “manusia srigala” (wolgman), yaitu anak manusia yang berkembang menjadi “srigala “, karena dibesarkan oleh srigala, dan sama sekali tidak mau menerima kehadiran manusia lainnya. Ia menjadi bergaya hidup seperti srigala. Kehidupan social antara manusia yang satu dengan yang lainnya dimungkinkan tidak saja oleh kebutuhan pribadi seperti telah disebutkan di atas, tetapi juga karena adanya bahasa sebagai alat atau medium komunikasi. Melalui pendidikan dapat dikembangkan suatu keadaan yang seimbang antara pengembangan aspek individual dan aspek social ini. Hal ini penting untuk pendidikan di Indonesia yang berfilasafah pancasila, yang menghendaki adanya perkembangan yang seimbang antara aspek individual dan aspek social tersebut.

Pentingnya usaha mencari keseimbangan antara aspek individual dan aspek social ini dikemukakan juga oleh Thompson sebagai berikut: “The problem of finding the golden mean between education for the individual life and education for communal service and cooperation is one of the most important questions for the educator”.

Pengembangan manusia sebagai mahluk susila
Aspek yang ketiga dalam kehidupan manusia, sesudah aspek individual dan social, adalah aspek kehidupan susila. Hanya manusialah yang dapat menghayati norma-norma dalam kehidupannya sehingga manusia dapat menetapkan tingkah laku yang baik dan bersifat susila dan tingkah laku mana yang tidak baik dan bersifat tidak susila.

Setiap masyarakat dan bangsa mempunyai norma-norma, dan nilai-nilainya. Tidak dapat dibayangkan bagaimana jadinya seandainya dalam kehidupan manusia tidak terdapat norma-norma dan nilai-nilai tersebut. Sudah tentu kehidupan manusia akan kacau balau, hukum rimba, sudah pasti akan berlaku dan menjalar diseluruh penjuru dunia.

Melalui pendidikan kita harus mampu menciptakan manusia susila dan harus mengusahakan anak-anak didik kita menjadi manusia pendukung norma, kaidah dan nilai-nilai susila dan social yang di junjung tinggi oleh masyarakatnya. Norma, nilai dan kaidah tersebut harus menjadi milik dan selalu di personifikasikan dalam setiap sepak terjang, dan tingkah laku tiap pribadi manusia.
Penghayatan personifikasi atas norma, nilai, kaidah-kaidah social ini amat penting dalam mewujudkan ketertiban dan stabilitas kehidupan masyarakat. Sebenarnya aspek susila kehidupan manusia sangat berhubungan erat dengan aspek kehidupan social. Karena penghayatan atas norma, nilai dan kaidah social serta pelaksanaannya dalam tindakan dan tingkah laku yang nyata dilakukan oleh individu dalam hubungannya dengan atau kehadirannya bersama orang lain. Aspek susila ini tidak saja memerlukan pengetahuan atas norma, nila, dan kaidah-kaidah yang terdapat dalam masyarakat, akan tetapi juga menuntut dilaksanakannya secara konkret apa yang telah diketahuinya tersebut dalam tingkah laku yang nyata dalam masyarakat.

Pentingnya mengetahui dan menerapkan secara nyata norma, nilai, dan kaidah-kaidah masyarakat dalam kehidupannya mempunyai dua alasan pokok,yaitu :
Pertama, untuk kepentingan dirinya sendiri sebagai individu. Apabila individu tidak dapat menyesuaikan diri dan tingkah lakunya tidak sesuai dengan norma, nilai dan kaidah social yang terdapat dalam masyarakat maka dimanapun ia hidup tidak dapat diterima oleh masyarakat. Dengan terkucilnya oleh anggota masyarakat yang lain, pribadi tersebut tidak akan merasa aman. Akibatnya dia tidak merasa betah tinggal di masyarakat , padahal setiap individu membutuhkan rasa aman dimana pun dia berada.akibatnya dia tidak merasa betah tinggal di masyarakat yang tidak menerimanya itu dengan demikian selanjutnya dia tidak dapat survive tinggal dimasyarakat tersebut sehingga ia harus mencari masyarakat lain yang kiranya dapat menerimanya sebagai anggota dalam masyarakat yang baru. Namun untuk itu, ia juga akan dihadapkan pada tuntutan dan masyarakat yang sama seperti yang dia alami dalam masyarakat terdahulu dimana dia pernah tinggal yaitu kemampuan untuk hidup dan bertingkah laku menurut norma, nilai dan kaidah masyarakat yang berlaku pada masyarakat yang baru, karena setiap masyarakat masing-masing mempunyai norma, nilai dan kaidah yang harus diikuti oleh anggotannya.

Kedua, untuk kepentingan stabilitas kehidupan masyarakat itu sendiri. Masyarakat tidak saja merupakan kumpulan individu, tetapi lebih dari itu, kebersamaan individu tinggal disuatu tempat yang kita sebut masyarakat telah menghasilkan dalam perkembangannya aturan-aturan main yang kita sebut norma, nilai, dan kaida-kaidah social yang harus diikuti oleh anggotanya. Norma, nilai dan kaidah-kaidah tersebut merupakan hasil persetujuan bersama untuk dilaksanakan dalam kehidupan bersama, demi untuk mencapai tujuan mereka bersama.

Dengan demikian, kelangsungan kehidupan masyarakat tersebut sangat tergantung pada dapat tidaknya dipertahankan norma, nilai dan kaidah masyarakat yang bersangkutan. Suatu masyarakat dapat dikatakan telah berakhir riwayatnya, apabila tata aturan yang berupa nilai, norma, dan kaidah kehidupan masyarakatnya telah digantikan seluruhnya dengan tata kehidupan yang lain yang diambil dari masyarakat lain, dalam hubungan in kita semua telah menyadari bahwa betapa pentingnya kewaspadaan terhadap infiltrasi kebudayaan asing yang akan membawa norma, nilai dan kaidah kehidupan yang asing bagi kehidupan kita. Kewaspadaan tersebut sangat penting bagi kehidupan kita agar kita bersama dapat mempertahankan eksistensi masyarakat dan bangsa Indonesia yang telah memiliki norma, nilai dan kaidah sendiri sebagai warisan yang tidak ternilai dari nenek moyang kita.

Pengembangan manusia sebagai mahluk religius
Eksistensi menusia manusia yang keempat adalah keberadaanya dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Kuasa.sebagai anggota masyarakat dan bangsa yang memiliki filsafat Pancasila kita dituntut untuk menghayati dan mengamalkan ajaran pancasila sebaik-baiknya. Sebagai anggota masyarakat yang dituntut untuk menghayati dan mengamalkan ajaran Pancasila, maka kepada masing-masing warga Negara dengan demikian juga dituntut untuk dapat melaksanakan hubungan dengan Tuhan sebaik-baiknya menurut keyakinan yang dianutnya masing-masing, serta untuk melaksanakan hubungan sebaik-baiknya dengan sesama manusia.


DIMENSI-DIMENSI HAKEKAT MANUSIA.

Ada 4 macam dimensi yang akan dibahas yaitu:

1) Dimensi Keindividualan
? Lysen mengartikan individu sebagai “orang-seorang”, sesuatu yang merupakan suatu keutuhan yang tidka dapat di bagi-bagi (in clevide)
? Menurut M. J Langeveld (seorang pakar pendidikan yang tersohor di
Negeri Belanda) Bahwa : Setiap anak manusia, manusia dilahirkan telah dikaruniai potensi untuk menjadi berbeda dari yang lain, atau menjadi (seperti) dirinya sendiri. Tidak ada diri individu yang identik di muka bumi, bahkan dua anak kembar yang berasal daru satu telur pun yang lazim di katakana seperti pinang dibelah dua, serupa dan sulit dibedakan suatu dari yang lain, hanya serupa tetapi tidka sama, apalagi identik .
? Dikatakan bahwa setiap individu bersifat unik (tidak ada tara dan bandingnya)
- Secara fisik mungkin bentuk muka sama tetapi terdapat perbedaan mengenai matanya.
- Secara kerohanian mungkin kapasitas intelegensinya sama, tetapi kecendrungan dan perhatiannya terhadpa sesuatu berbeda.

2) Dimensi Kesosalan
? Setiap bagi yang lahir dikaruniai potensi sosialitas (M.J Langeveld, 1955) pernyataan tersebut diartikan bahwa setiap anak dikarunia benih kemungkinan untuk bergaul
? Dengan adanya dorongan untuk bergaul, setiap orang ingin bertemu dengan sesamanya.
? Immanuel Kant seorang filosef tersohor bangsa Jerman menyatakan bahwa Manusia hanya menjadi manuia jika berada di antara manusia.

3) Dimensi Kesusilaan
? Susila berasal dari akta Su dan Sila yang artinya kepantasan yang lebih tinggi. Akan tetapi, di dalam kehidupan bermasyarakat orang tidak cukup hanya berbuat pantas jika did alma yang antas atau sopan itu misalnya terkandung kejahatan terselubung, karena itu maka pengertian Susila berkembang sehingga memiliki perluasan arti menjadi “kebaikan yang lebih”
? Dalam bahasa ilmia sering digunakan dua macam istilah yang mempunyai konotasi berbeda yaitu: etiket (persoalan kepantasan dan kesopanan) dan etika (persoalan kebaikan).
? Sehubungan dengan hal tersebut ada dua pendapat:
a. Golongan yang menanggap bahwa kesusilaan mencakup kedua-duanya.
b. Golongan yang memandang bahwa etiket perlu dibedakna dari etika, karena masing-masing mengandung kondisi yang tidak selamanya selalu sejalan.
? Prijarkara mengartikan manusia Susila sebagai manusia yang memiliki nilai-nilai menghayati dan melaksanakan nilai-nilai tersebut dalam perbuatan.
? Nilai-nilai merupakan sesuatu yang dijunjung tinggi oleh manusia karena mengandung makna kebaikan, keluhuran, kemuliaan dan sebagainya, sehingga dapat diyakini dan dijadikan pedoman dalam hidup.
? Dilihat dari asalnya dari mana nilai-nilai itu diproduk dibedakan atas tiga macam yaitu:
1. Nilai Otonom yang bersifat Individual (kebaikan menurut pendapat seseorang)
2. Nilai Heteronom yang bersifat kolektif (kebaikan menurut kelompok)
3. Nilai Keagamaan yaitu nilai yang berasal dari Tuhan
* Pemahaman dan Pelaksanaan Nilai *
? Dalam kenyataan hidu ada 2 hal yang muncul dari persoalan nilai yaitu: kesadaran dan pemahaman nilai dan kesanggupan melaksanakan nilai.
? Idealnya keduanya harus Sinkron, artinya untuk dapat melakukan apa yang semestinya harus dilakukan, terlebih dahulu orang harus mengetahui, menyadari dan memahami nilai-nilai.
? Implikasi pedagogisnya ialah bahwa pendidikan kesusilaan berarti menanamkan kesadaran dan kesediaan melakukan kewajiban di samping menerima hak dari peserta didi.

4) Dimensi Keberagamaan
? Pada hakikatnya manusia adalah mahluk religius, sejak dahulu kala sebelum manusia mengenal agama mereka telah percaya bahwa di luar alam yang dapat dijangkau dengan perantaraan indranya, diyakini dengan adanya kekuatan supranatural yang menguasai hidup alam semesta ini. Untuk dapat berkomunikasi dan mendekatkan diri kepada kekuatan tersebut diciptakan mitos-mitos.


Pendidikan Sepanjang Hayat (II)

“Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap muslim dan muslimat. Tuntutlah ilmu sejak buaian sampai lubang kubur. Tiada amalan umat yang lebih utama daripada belajar”.
Belajar sepanjang hayat ini dikemukakan oleh Edgar Faure dari The International Council of Educational Development (ICED) atau Komisi Internasional Pengembangan Pendidikan. Sebagai ketua Komisi tersebut Edgar Faure mengatakan : With its confidence in man’s capacity to perfect himself through education, the Moslem world was among the first to recommend the idea of lifelong education, exhorting Moslem to educate themselves from cradle to the grave. (Faure, 1972, h.8)

Islam mewajibkan pemeluknya untuk belajar dan mengembangkan kemampuan nalarnya secara terus menerus bukan saja terhadap objek-objek di luar dirinya, tetapi juga terhadap kehidupannya sendiri baik sebagai perorangan maupun sebagai suatu komunitas.

Seperti dikemukakan oleh Andrias Harefa (2000) bahwa pembelajaran akan mampu membuat manusia tumbuh dan berkembang sehingga berkemampuan, menjadi dewasa dan mandiri. Manusia mengalami transformasi diri, dari belum/tidak mampu menjadi mampu atau dari ketergantungan menjadi mandiri. Dan, transformasi diri ini seharusnya terus terjadi sepanjang hayat, asalkan ia tidak berhenti belajar, asal ia tetap menyadari keberadaannya yang bersifat present continuous, on going process, atau on becoming. Persoalannya adalah, sebagian besar manusia tidak mendisiplinkan dirinya untuk tetap belajar tanpa henti. Sebagian besar manusia berhenti belajar setelah merasa dewasa. Sikap gede rasa ini umumnya disebabkan oleh kebodohan yang bersifat sosial dan mental / psiko-spiritual. Sebagian orang merasa telah dewasa karena telah berusia di atas 17 atau 21, atau telah selesai sekolah atau kuliah, telah memiliki gelar akademis, telah memiliki pasangan hidup, telah memiliki pekerjaan dan jabatan yang memberinya nafkah lahiriah. Hal-hal itu telah membuat mereka berhenti belajar, sehingga tidak lagi mengalami transformasi-transformasi dalam kehidupannya, sehingga mereka tidak siap mengantisipasi perubahan-perubahan yang timbul. Sebaliknya bagi mereka yang senantiasa menjadikan proses belajar merupakan bagian dari kehidupannya mereka akan senantiasa siap mengantisipasi perubahan yang timbul atau bahkan perubahan yang diperoleh mereka sebagai akibat langsung dari proses belajar yang senantiasa mereka lakukan. Konsekwensi perubahan yang terjadi akan menjadi titik tolak bagi mereka untuk senantiasa terus belajar – on becoming a learner istilah yang dipakai Andrias Harefa- untuk selalu siap mengantisipasi perubahan yang akan muncul lagi sebab perubahan merupakan sesuatu yang abadi, selamanya akan muncul on and on.

Kegiatan pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua kelompok diantaranya kegiatan yang terjadi pada jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah.

Pada jalur pendidikan luar sekolah, sejak kehadirannya, kegiatan pembelajaran kelompok menjadi ciri utama. Dalam perkembangannya, kegiatan pembelajaran dalam pendidikan luar sekolah telah memperoleh dukungan dari berbagai teori pembelajaran dan dari pengalaman para praktisi di lapangan sehingga muncul kegiatan pembelajaran partisipatif. Dewasa ini pembelajaran partisipatif tidak saja digunakan dalam program-program pendidikan luar sekolah tetapi juga di beberapa kawasan di dunia ini, dan telah diserap serta diterapkan pada program-program pendidikan sekolah. Dengan demikian pembelajaran partisipatif telah menjadi bagian dari strategi pembelajaran yang dapat digunakan dan dikembangkan di dalam proses pendidikan baik di satuan pendidikan sekolah maupun satuan pendidikan luar sekolah.

Upaya penerapan pembelajaran partisipatif pada pendidikan sekolah dapat dipertegas dengan menekankan peranan pendidik untuk membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar secara aktif dan partisipatif. Keterlibatan pendidik dapat meliputi dua hal penting, diantaranya, pertama, dalam penyusunan dan pengembangan program belajar serta yang kedua, dalam upaya menumbuhkan kondisi supaya peserta didik melakukan kegiatan belajar partisipatif. Keterlibatan dalam penyusunan dan pengembangan program pembelajaran, pendidik bersama peserta didik melakukan asesmen kebutuhan belajar; identifikasi sumber-sumber dan kemungkinan hambatan dalam pembelajaran; menyusun tujuan belajar, menetapkan komponen dan proses pembelajaran, serta melaksanakan dan menilai program pembelajaran. Keterlibatan pendidik dalam menumbuhkan situasi belajar yang kondusif bagi peserta didik untuk belajar meliputi upaya menciptakan iklim belajar yang partisipatif. Knowles mengemukakan ada tujuh langkah pendidik yang dapat membantu peserta didik untuk belajar partisipatif. Ketujuh langkah tersebut adalah membantu peserta didik untuk: (1) menumbuhkan keakraban yang mendorong untuk belajar, (2) menjadi anggota kelompok dan belajar dalam kelompok, (3) mendiagnosis kebutuhan belajar, (4) merumuskan tujuan belajar, (5) menyusun pengalaman belajar, 6) melaksanakan kegiatan belajar, dan (7) melakukan penilaian terhadap proses, hasil, dan pengaruh belajar.

Produk dari suatu proses pembelajaran baik pendidikan sekolah maupun pendidikan luar sekolah adalah perubahan tingkah laku peserta didik selama dan setelah mengikuti proses pembelajaran. Perubahan perilaku tersebut mencakup ranah (domain) afektif, kognitif, dan psiko-motorik serta konatif. Ranah afektif adalah sikap dan aspirasi peserta didik dalam lingkungannya melalui tahapan penerimaan stimulus, respons, penilaian, pengorganisasian, dan karakterisasi diri dalam menghadapi stimulus dari lingkungan. Ranah Kognitif adalah kecakapan peserta didik yang diperoleh melalui pengetahuan, pemahaman, penggunaan, analisis, sintesis, dan evaluasi terhadap sesuatu berdasarkan asas-asas dan fungsi kelimuan. Asas keilmuan yang objektivitas, observabilitas, dapat diukur, dan bernilai guna, sedangkan fungsi keilmuan adalah menggambarkan, menjelaskan, memprediksi, dan mengandalkan. Psiko-motorik atau skills adalah penguasaan dan penggunaan sesuatu keterampilan melalui tahapan rangsangan, kesiapan merespons, bimbingan dlam melakukan respons, gerakan mekanik, respons yang lebih kompleks, adaptasi, dan melakukan sendiri. Tegasnya perubahan tingkah laku peserta didik dalam ranah afektif, kognitif, psiko-motorik, dan konatif merupakan produk pembelajaran.
oleh : Akhmad Sudrajat


Pendidikan Sepanjang Hayat (I)

Apa yang dimaksud dengan Pendidikan Sepanjang Hayat ? Mungkin ada yang sudah tau,tapi ada juga yang belum paham. Disini mencoba menjabarkan sedikt banyak tentang Pendidikan Sepanjang Hayat.

Bahwa manusia adalah makhluk yang tumbuh dan berkembang. Ia ingin mencapai suatu kehidupan yang optimal. Selama manusia barusaha untuk meningkatkan kehidupannya, baik dalam meningkatkan dan mengembangkan pengetahuan, kepribadian, maupun keterampilannya, secara sadar atau tidak sadar, maka selama itulah pendidikan masih berjalan terus.

Pendidikan sepanjang hayat merupakan asas pendidikan yang cocok bagi orang-orang yang hidup dalam dunia transformasi, dan di dalam masyarakat yang saling mempengaruhi seperti saat zaman globalisasi sekarang ini. Setiap manusia dituntut untuk menyesuaikan dirinya secara terus menerus dengan situasi baru.

Pendidikan sepanjang hayat merupakan jawaban terhadap kritik-kritik yang dilontarkan pada sekolah. Sistem sekolah secara tradisional mengalami kesukaran dalam menyesuaikan diri dengan perubahan kehidupan yang sangat cepat dalam abad terakhir ini, dan tidak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan atau tutuntutan manusia yang makin meningkat. Pendidikan di sekolah hanya terbatas pada tingkat pendidikan dari sejak kanak-kanak sampai dewasa, tidak akan memenuhi persyaratan-persyaratan yang dibutuhkan dunia yang berkembang sangat pesat. Dunia yang selalu berubah ini membutuhkan suatu sistem yang fleksibel. Pendidikan harus tetap bergerak dan mengenal inovasi secara terus menerus.

Menurut konsep pendidikan sepanjang hayat, kegiatan-kegiatan pendidikan dianggap sebagai suatu keseluruhan. Seluruh sektor pendidikan merupakan suatu sistem yang terpadu. Konsep ini harus disesuaikan dengan kenyataan serta kebutuhan masyarakat yang bersangkutan. Suatu masyarakat yang telah maju akan memiliki kebutuhan yang berbeda dengan masyarakat yang belum maju. Apabila sebahagian besar masyarakat suatu bangsa masih yang banyak buta huruf, maka upaya pemeberantasan buta huruf di kalangan orang dewasa mendapat prioritas dalam sistem pendidikan sepanjang hayat. Tetapi, di negara industri yang telah maju pesat, masalah bagaimana mengisi waktu senggang akan memperoleh perhatian dalam sistem ini.
Pendidikan bukan hanya berlangsung di sekolah. Pendidikan akan mulai segera setelah anak lahir dan akan berlangsung sampai manusia meninggal dunia, sepanjang ia mampu menerima pengaruh-pengaruh. Oleh karena itu, proses pendidikan akan berlangsung dalam keluarga, sekolah dan masyarakat .
Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi proses perkembangan seorang individu sekaligus merupakan peletak dasar kepribadian anak. Pendidikan anak diperoleh terutama melalui interaksi antara orang tua – anak. Dalam berinteraksi dengan anaknya, orang tua akan menunjukkan sikap dan perlakuan tertentu sebagai perwujudan pendidikan terhadap anaknya.

Pendidikan di sekolah merupakan kelanjutan dalam keluarga.
Sekolah merupakan lembaga tempat dimana terjadi proses sosialisasi yang kedua setelah keluarga, sehingga mempengaruhi pribadi anak dan perkembangan sosialnya. Sekolah diselenggarakan secara formal. Di sekolah anak akan belajar apa yang ada di dalam kehidupan, dengan kata lain sekolah harus mencerminkan kehidupan sekelilingnya. Oleh karena itu, sekolah tidak boleh dipisahkan dari kehidupan dan kebutuhan masyarakat sesuai dengan perkembangan budayanya. Dalam kehidupan modern seperti saat ini, sekolah merupakan suatu keharusan, karena tuntutan-tuntutan yang diperlukan bagi perkembangan anak sudah tidak memungkinkan akan dapat dilayani oleh keluarga. Materi yang diberikan di sekolah berhubungan langsung dengan pengembangan pribadi anak, berisikan nilai moral dan agama, berhubungan langsung dengan pengembangan sains dan teknologi, serta pengembangan kecakapan-kecakapan tertentuyang langsung dapat dirasakan dalam pengisian tenaga kerja.

Pendidikan di masyarakat merupakan bentuk pendidikan yang diselenggarakan di luar keluarga dan sekolah. Bentuk pendidikan ini menekankan pada pemerolehan pengetahuan dan keterampilan khusus serta praktis yang secara langsung bermanfaat dalam kehidupan di masyarakat. Phillip H.Coombs (Uyoh Sadulloh, 1994:65) mengemukakan beberapa bentuk pendidikan di masyarakat, antara lain : (1) program persamaan bagi mereka yang tidak pernah bersekolah atau putus sekolah; (2) program pemberantasan buta huruf; (3) penitipan bayi dan penitipan anak pra sekolah; (4) kelompok pemuda tani; (5) perkumpulan olah raga dan rekreasi; dan (6) kursus-kursus keterampilan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar